REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia saat ini menempati peringkat kelima sebagai negara dengan jumlah konsumen rokok terbesar di dunia. Urgensi untuk mencari solusi berhenti merokok di Indonesia saat ini telah memasuki tahap kritis.
Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik Indonesia (YPKP Indonesia) sebagai salah satu organisasi kesehatan di Indonesia, menyayangkan tingginya angka perokok yang kerap naik tiap tahunnya di Indonesia. Dr. Amaliya, Peneliti dari YPKP Indonesia mengatakan bahwa sulit bagi perokok yang telah lama ketergantungan untuk serta merta berhenti.
"Harus ada penelitian lebih lanjut atas berbagai alternatif produk tembakau yang saat ini ada. Kita harus mulai melihat potensi dari alternatif produk yang tersedia dan beredar di pasaran, seperti rokok elektrik, yang dinilai memiliki risiko lebih rendah daripada rokok," ujarnya kepada Republika.co.id, di Jakarta. Menurutnya, letak bahaya rokok bukan pada nikotin, melainkan pada proses pembakaran tembakau yang menghasilkan TAR dan komponen asap lainnya, hal tersebut yang mengakibatkan berbagai penyakit terkait dengan merokok, seperti kanker paru, penyakit jantung, dan emfisema.
Sementara Peneli Kesehatan di Departemen Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr. Ardini Raksanagara, menambahkan penting bagi pemerintah untuk mencari solusi berhenti merokok dan selalu berfokus pada pembuatan kebijakan yang tepat untuk mendukung usaha tersebut.
"Pemerintah Indonesia perlu mengadopsi prinsip pengurangan bahaya bagi rokok melalui hadirnya regulasi yang mengakomodir alternatif pengganti rokok dan tidak serta-merta melarang," ujar Dr. Ardini.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan konsumen rokok elektrik dari MOVI juga menyoroti pentingnya regulasi yang tidak mendiskriminasi para perokok elektrik. Perwakilan dari MOVI, Dimas Jeremia Simorangkir mengakui banyak kawan-kawan vapers yang berhenti merokok karena rokok elektrik.