REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof Dr dr Aru Wicaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, mengatakan banyak mitos beredar mengenai kanker. YKI menghimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya begitu saja tentang mitos seputar kanker yang beredar.
Alih-alih menyembuhkan, justru dapat memperburuk kondisi pasien kanker. Ia menyarankan segera melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendeteksi kanker sejak dini. Apa saja mitos-mitos mengenai kanker? Berikut penjelasannya.
Mitos 1: Kanker disebabkan oleh manusia dan merupakan penyakit modern
Fakta: Kanker bukanlah sekedar penyakit modern buatan manusia, namun kanker telah ada sejak ribuan tahun lalu. Catatan medis di Mesir dan Yunani menemukan tanda-tanda kanker pada kerangka manusia dari 3.000 tahun silam. Meski gaya hidup, diet, dan polusi udara berdampak pada risiko terkena kanker, namun tidak dapat sepenuhnya disimpulkan kanker sebagai penyakit modern buatan manusia. Banyak penyebab kanker datang dari alam. Satu dari enam kanker yang mendunia disebabkan oleh berbagai virus dan bakteri yang beredar.
Mitos 2: Superfood dapat mencegah kanker
Fakta: Secara terpisah, buah beri, akar bit, brokoli, bawang putih, teh hijau, dan superfood lainnya dapat mencegah kanker. Tidak benar, namun demikian, tanaman-tanaman di atas dapat menjadi bagian dari kebiasaan makan dan hidup sehat dalam rangka pencehagan kanker. Tetaplah penting memperhatikan apa yang kita makan, sebab sebagian makanan seperti buah dan sayuran, memang lebih sehat dari jenis makanan lainnya.
Mitos 3: Konsumsi makanan asam menyebabkan kanker
Fakta: Tidaklah benar bahwa mengonsumsi makanan asam meningkatkan risiko kanker, sementara makanan dengan tingkat alkalin lebih tinggi sebaliknya. Sel kanker tidak dapat hidup pada lingkungan dengan kadar alkalin yang tinggi, namun sel-sel lain di tubuh manusia juga demikian.
Adalah keliru bahwa makanan dapat ‘membentuk alkalin dalam tubuh’. Makan sayuran hijau memang sehat, tetapi bukan berarti berdampak pada tingkat keasaman atau tingkat alkalin tubuh kita. Yang menentukan tingkat keasaman adalah ‘asidosis’, sebuah kondisi fisiologis dimana ginjal dan paru-paru –yang dikarenakan penyakit atau keracunan tidak dapat menyeimbangkan tingkat pH. Lingkungan asam di seputar sel kanker lebih disebabkan oleh cara tumor menciptakan energi dan menggunakan oksigen, dibandingkan dengan selaput sehat lainnya. Tidak ada bukti bahwa makanan dapat memanipulasi tingkat keasaman tubuh yang menyebabkan kanker.
Mitos 4: Pengobatan kanker lebih merusak daripada menyembuhkan
Fakta: Pengobatan terhadap kanker (kemoterapi, radioterapi atau bedah) merupakan perawatan serius. Efek sampingnya kerap terasa kuat, sebab pengobatan yang diciptakan untuk mematikan sel kanker juga dapat mengganggu fungsi beberapa sel sehat juga misalnya sistem pembentukan darah (lekosit dan akar rambut). Pada kanker stadium awal, kemoterapi dan radioterapi masih diharapkan dapat menyembuhkan – disebut sebagai “tujuan kuratif” – sedangkan pada stadium lebih tinggi misalnya 3 dan 4, masih bermanfaat untuk meringankan penderitaan (misalnya nyeri) dan mempertahankan kualitas hidup.
Pembedahan masih merupakan pengobatan efektif terhadap beberapa jenis kanker, terutama pada stadium dini. Sementara itu, pada stadium lanjut pengobatan paliatif tersebut tetap dilakukan bagi pasien kanker untuk memberikan keseimbangan kualitas dan kuantitas hidup, sebagai hak pasien untuk menentukan pilihannya.
Mitos 5: Biopsi membuat tumor menjadi ganas
Fakta : Banyak orang yang menolak pemeriksaan biopsi terhadap tumor yang diidapnya karena dikhawatirkan “benjolan akan menjadi kanker” atau “akan menjadi ganas”. Hal ini merupakan mitos yang amat merugikan karena seringkali pengobatan menjadi terlambat.
Ada dua hal yang perlu dimengerti di sini. Pertama, sebuah benjolan yang jinak tidak akan menjadi ganas karena biopsi. Tumor jinak akan tetap jinak, demikian pula sebaliknya. Kedua, kanker tidak akan dapat diobati bila tidak diketahui jenisnya. Hal yang sama juga berlaku pada pembedahan.
Masih banyak lagi mitos seputar kanker. Waspadalah dan jangan mudah percaya. Konsultasikan dengan dokter atau dengan Yayasan Kanker Indonesia. Dan paling penting, lakukan pendeteksian kanker sejak dini.