Jumat 08 Sep 2017 10:23 WIB

Waspadai Penderita Hepatitis C Disertai Ginjal Kronik 

Rep: Desy Susilawati/ Red: Gita Amanda
Penderita hepatitis akut yang telah mencapai fase sirosis dan kanker hati (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Penderita hepatitis akut yang telah mencapai fase sirosis dan kanker hati (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Kepedulian terhadap infeksi organ hati (liver) atau dikenal dengan hepatitis, baik yang disebabkan virus hepatitis B dan C, di masyarakat masih rendah. Tingkat perhatian masyarakat rendah karena penyakit ini tidak bergejala. Kebanyakan pasien terdiagnosis ketika kerusakan hati sudah masuk ke tahap lanjut sehingga keberhasilan terapi menjadi lebih rendah, bahkan tak jarang satu-satunya pilihan terapi adalah cangkok hati.

Selain kepedulian yang rendah, ada persoalan lain yang perlu mendapatkan perhatian yaitu kelompok pasien hepatitis C yang disertai komplikasi penyakit lain. Salah satunya pasien hepatitis yang disertai Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Diperkirakan ada sekitar 30 sampai 60 persen pasien penyakit ginjal kronik, yang tertular infeksi hepatitis. Jika tertular virus hepatitis C, maka persoalannya menjadi semakin rumit karena obat-obatan untuk hepatitis C yang tersedia saat ini belum optimal jika diberikan pada pasien PGK.    

DR. dr. Rino Alvani Gani, SpPD-KGEH, hepatolog yang saat ini menjadi Ketua Komite Ahli Heptitis di Kementerian Kesehatan RI mengatakan pasien PGK umumnya tertular hepatitis melalui hemodialisa meskipun sampai saat ini masih belum jelas di tahap mana terjadinya penularan. Di negara maju seperti di Jepang, hanya sekitar satu sampai lima persen saja kasus penularan hepatitis C melalui proses hemodialisa, tetapi di Indonesia angkanya sangat besar mencapai 30 sampai 60 persen.

Keparahan penyakit dan kualitas hidup pasien PGK yang tertular hepatitis C umumnya jauh lebih buruk dibandingkan mereka yang memiliki PGK saja. Angka harapan hidup juga lebih rendah. Kelompok pasien ini, menurut Rino, harus lebih diperhatikan terutama terkait terapinya.

Di kesempatan terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Dirjen P2P Kemenkes RI, Dr. Wiendra Woworuntu M.Kes menjelaskan, setidaknya 15 persen penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis C. Kelompok usia tertinggi infeksi hepatitis C di Indonesia adalah 50 sampai 59 tahun, namun untuk kelompok usia 35 sampai 39 saat ini cenderung ada kenaikan.

“Ini adalah kelompok usia produktif, yang tentu akan membawa dampak yang lebih besar,”  ujar Wiendra.

Hepatitis C ditularkan melalui kontak darah, oleh karena itu skrining harus diprioritaskan pada kelompok yang berisiko seperti pengguna narkoba suntik, pasien hemodialisa, keluarga pengidap hepatitis C, penerima transfusi darah, tenaga kesehatan, pasien cangkok organ dan lainnya.

Rino menambahkan, bagi pasien PGK, untuk menurunkan risiko tertular hepatitis, sebaiknya pasien melakukan hemodialisa di satu tempat hemodialisa saja, tidak berpindah-pindah. Selain itu, pihak penyedia layanan hemodialisa sebaiknya mengunakan alat-alat sekali pakai (disposable).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement