REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2013 lalu, seorang jurnalis asal Jepang bernama Miwa Sado diklaim meninggal karena gagal jantung akibat terlalu keras bekerja. Menurut atasannya, sebelum meninggal Sado menghabiskan waktu 159 jam dalam satu bulan untuk bekerja.
Bagaimana ini bisa terjadi? Semakin besar beban pekerjaan maka semakin tinggi pula tingkat stres. Stres tingkat tinggi dapat membuat jantung bekerja menjadi lebih keras. Dalam beberapa kasus, jantung yang bekerja terlalu keras melebihi normalnya bahkan bisa berujung pada kematian.
Lalu stres seperti apa yang bisa berujung kematian ini? Stres memberikan dampak yang berbeda-beda kepada setiap orangnya. Namun, menurut ahli jantung Alan Yeung, dua tipe stres seperti stres akut dan stres kronis bisa berdampak pada kondisi jantung.
Stres akut biasanya terjadi tiba-tiba setelah kejadian traumatis, seperti kecelakaan mobil atau gempa bumi. Sementara stres kronis meningkat seiring berjalannya waktu.
Perilaku tidak sehat, seperti tidak menjaga pola makan atau tidak berolahraga, juga terkait dengan stres kronis. Ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah atau kolesterol, kata Yeung. Ketika seseorang menghadapi tingkat stres yang tinggi, detak jantung dan tekanan darah juga akan meningkat.
Menurut Yeung, kedua jenis stres tersebut dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan gagal jantung. Risiko akan lebih tinggi bagi orang-orang yang sudah memiliki masalah jantung.
Meski kemungkinan meninggal karena terlalu keras bekerja sangat jarang, Yeung mengatakan gagal jantung akibat stres mungkin akan berakibat fatal jika berbagai faktor terjadi bersamaan, termasuk jika periode stres yang sudah terlalu lama.
Lalu bagaimana pencegahannya? "Orang yang memiliki gejala penyakit jantung harus segera mencari pertolongan medis," kata Yeung. Lakukan hal-hal yang bisa mengurangi stres seperti berolahraga, makan sehat, tidak merokok, mencari waktu tenang dan berkomunikasi dengan teman dan keluarga.