REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengentaskan permasalahan gizi baik stunting maupun obesitas di Indonesia terutama pada anak usia sekolah, harus dimulai salah satunya dari perbaikan kebiasaan dalam mengonsumsi jajanan sehat di sekolah. Anak di usia sekolah memiliki banyak aktivitas di luar rumah sehingga mendorong perilaku membeli makanan atau jajanan baik di dalam maupun sekitar sekolah. Namun kebutuhan membeli makanan atau jajanan ini tidak selalu dibarengi dengan ketersediaan makanan atau jajanan yang bersih dan sehat.
Menurut Laporan Aksi Nasional PJAS 2014, sebanyak 23,82 persen pangan jajanan anak sekolah yang diuji sampel oleh BPOM masih tidak memenuhi syarat akibat cemaran mikrobiologi. Oleh karena itu, kebiasaan dalam mengonsumsi jajanan sehat perlu digalakkan melalui edukasi gizi yang tepat untuk para murid, guru atau pihak sekolah, orang tua murid, hingga penjual jajanan di lingkungan sekolah.
Sarihusada memiliki Program Warung Anak Sehat (WAS) yang telah berjalan di tahun kedua, bertujuan untuk mewujudkan sekolah dengan kantin sehat melalui pendampingan dan penyediaan material edukasi. Talitha Andini Prameswari selaku WAS Project Manager dari Sarihusada, mengatakan ini adalah langkah nyata dari kami dalam mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki status gizi anak. Program WAS memiliki target untuk memperbaiki kebiasaan anak sekolah dalam mengonsumsi makanan atau jajanan bersih dan sehat di lingkungan sekolah. Dalam kesehariannya, anak di usia sekolah akan menghabiskan waktu di sekolah lebih banyak, untuk itu intervensi makanan/jajanan sehat di sekolah sangat penting.
"Kami melihat bila anak memiliki status gizi yang baik, maka anak dapat mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, dan sosial-emosional, secara optimal. Hal ini sesuai dengan misi Sarihusada yaitu untuk menciptakan Anak Generasi Maju," jelasnya dalam acara media workshop Program Warung Anak Sehat, di Jakarta.
Program WAS kini telah menjangkau 350 Sekolah Dasar di empat kota di Indonesia yaitu Bogor, Bandung, Yogyakarta dan Ambon. Dalam menjangkau sekolah-sekolah tersebut, WAS mendapatkan rekomendasi dari pemerintah, sehingga program WAS dapat bersinergi dengan program pemerintah dan berjalan tepat sasaran. Program ini berfokus kepada pemenuhan gizi sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang (PROGRAS) dan pemberdayaan perempuan melalui usaha mikro. Dalam menjalankan fokus tersebut, Program WAS menggandeng ahli atau instansi terkait, beberapa di antaranya yaitu Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (FEMA IPB) dan CARE International Indonesia.
Bersama dengan FEMA IPB, rangkaian Program WAS melakukan edukasi gizi yang menyasar kepada guru, orang tua, dan juga penjual jajanan di lingkungan sekolah; khususnya kantin sekolah atau kerap disebut Ibu Warung Anak Sehat (IWAS). Edukasi gizi dalam pemberdayaan kantin sekolah tersebut bertujuan untuk membuka kesadaran serta wawasan kepada para IWAS untuk dapat mengolah bahan berbasis lokal tanpa bahan tambahan yang berbahaya dengan menjaga sanitasi dan higienitas pengolahan hingga penyajian sesuai standar BPOM.
Selain mengedukasi dan melatih para IWAS, orang tua dan guru juga diberikan informasi penting untuk dapat membentuk perilaku konsumsi atau jajan anak dengan sehat. Penting bagi orang tua maupun sekolah untuk dapat menyediakan akses terhadap makanan atau minuman yang sehat pada anak, karena pada usia tersebut anak sudah mulai memilih-milih makanan, juga adanya pengaruh teman dan lingkungan sekitar, serta masih minimnya kantin sekolah. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa 40 persen anak masih belum membiasakan sarapan, semakin mendorong anak untuk jajan di sekolah. Kondisi tersebut perlu diatasi melalui upaya dari seluruh masyarakat sekolah untuk memperbaiki pola makan termasuk jajan yang sehat, aman, dan bergizi, jelas Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku Sekretaris Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB.
Ia menekankan bahwa pengetahuan gizi yang patut diaplikasikan baik oleh orang tua, guru, dan juga IWAS, adalah bagaimana jajanan yang dikonsumsi anak dapat memenuhi kebutuhan gizi mereka secara seimbang.