REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Postpartum depression atau depresi pascapersalinan identik dengan perempuan. Ternyata, studi baru menyatakan pria pun bisa mengalami hal yang sama.
Sebuah studi di University of SouthernCalifornia telah menemukan hubungan antara depresi dan tingkat testosteron yang turun pada ayah baru. Hal itu menambahkan bobot fisiologis pada argumen depresi pascamelahirkan tidak hanya untuk wanita. Studi tersebut menemukan ketika kadar testosteron tinggi pada ayah baru membantu melindungi terhadap depresi padaayah, hal itu berkorelasi dengan peningkatan risiko depresi pada ibu baru.
"Kami tahu pria mengalami depresi pascamelahirkan, dan kami tahu tetesan testosteron pada ayah baru, tapi kami tidak tahu mengapa," kata profesor psikologi di USC Darby Saxbe, dikutipdari Independent, Jumat (10/11).
Fenomena tersebut dapat terjadi pada 7 sampai 10 persen ayah baru, dibandingkan dengan sekitar 12 persen ibu baru. Ayah yang depresi lebih cenderung memukul anak mereka.
"Sering kali hormon yang disarankan mendasari beberapa depresi pascamelahirkan pada ibu, tapi terlalu sedikit perhatian yang diberikan pada ayah. Kami mencoba mengumpulkan potongan-potongan untuk memecahkan teka-teki ini," kata penulis studi tersebut.
Gagasan orang tua yang belum melahirkan bisa mengalami depresi pascamelahirkan memang sudah menjadi perbincangan. Studi telah menunjukkan, ibu dan ayah yang mengadopsi anak juga menunjukkan tanda-tanda depresi yang sama dengan ibu yang melahirkan dari rahim.
Pada tahun 2007 telah berdiri Postpartummen.com sebagai tempat berkumpulnya para ayah baru yang berjuang dengan masalah kesehatan mental. Saat ini, situs tersebut menawarkan sumber daya bagi pria untuk mencari bantuan. Postpartum Support International juga menyelenggarakan konsultasi telepon gratis untuk para ayah pada hari Senin pertama setiap bulannya.