REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak yang mengalami obesitas akan mengalaman masalah-masalah sosial ke depannya. Hal ini diungkapkan oleh Psikolog, Aurora Lumbantoruan, MPsi, Psi.
Dampak psikososial obesitas pada anak adalah dalam hal penerimaan sosial. Sebab kegemukan berdampak pada masalah emosi dan perilaku.
Sebagai contoh, obesitas memiliki stigma atau stereotip yang cenderung negatif. Dari sudut pandang anak-anak misalnya, apakah anak gemuk nyaman diajak bermain oleh teman-temannya?
"Untuk permainan fisik yang kompetitif umumnya anak obesitas tidak dapat bergerak aktif atau lamban. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada harga diri dan kepercayaan diri rendah," jelas Aurora.
Selain itu, anak yang obesitas juga kekurangan berbagai kesempatan. Misalnya di dalam tugas sekolah, anak normal lebih memilih berkelompok dengan anak normal dibanding yang obesitas. "Kesempatan yang lebih sedikit diterima dalam sebuah wawancara kerja, maupun studi lanjutan yang lebih tinggi (S3)," ujarnya.
Bukan hanya itu, remaja dan anak perempuan lebih terkena dampak sosial ini daripada remaja laki-laki yang gemuk. Remaja perempuan obesitas akan mengalami menstruasi lebih awal dan anak perempuan obesitas juga mengalami masalah penyesuaian diri.
Media selama ini memberikan gambaran bahwa yang cantik itu yang kurus langsing dan putih. Sementara anak obesitas memiliki tubuh gemuk dan akhirnya membuatnya minder dan sulit menyesuaikan diri.
Anak obesitas juga mengalami masalah emosi, dan perilaku. Bahkan mereka bisa mengalami masalah belajar, perilaku agresif dan depresi. "Anak obesitas juga menjadi sasaran ejekan. Mereka tidak diajak bermain atau tidak dilibatkan dalam tim (karena dianggap membawa kekalahan, lambat dan lainnya). Mereka juga akan merasa malu akan tubuhnya dan merasa tidak percaya diri akan kemampuannya. Anak yang mengalami obesitas mencari kenyamanan atas kondisi emosinya, dengan cara makan. Ia juga mengalami penolakan, semakin menarik diri dan kesepian. Selain itu risiko mengalami depresi semakin besar," paparnya.