REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian besar kasus difteri memang ditemukan pada anak dengan rentang usia 1-18 tahun. Namun difteri juga dapat menyerang orang dewasa.
Imunolog Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Dr dr Iris Rengganis SpPD-KAI FINASIM menegaskan, orang dewasa juga perlu mendapatkan vaksin difteri.
Beberapa kelompok orang dewasa yang sangat diutamakan untuk mendapatkan vaksin difteri adalah mereka di daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri dan orang dewasa di luar daerah KLB Difteri namun berinteraksi langsung dengan penderita.
"Seperti suster, dokter atau relawan kesehatan," jelas Iris dalam seminar 'Info Sehat Fakultas Kedoteran (FK) UI Untuk Anda', sebagaimana dijelaskan dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, pada Jumat (29/12).
Pemberian vaksin difteri untuk orang dewasa dibedakan menjadi dua jenis. Perbedaan ini didasarkan pada riwayat vaksinasi sebelumnya. Jenis yang pertama adalah vaksinasi pada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin atau belum lengkap status imunisasinya. Pada kelompok ini, vaksin yang diberikan adalah vaksin Tdap sebanyak satu dosis.
Pemberian vaksin Tdap ini akan diikuti dengan pemerian vaksin Td sebagai penguat sebanyak tiga kali. Pemberian dosis kedua berjarak empat minggu dari dosis pertama dan pemberian dosis ketiga berjarak enam sampai 12 bulan dari dosis kedua.
Jenis yang kedua adalah vaksinasi yang dilakukan pada orang dewasa yang belum menyelesaikan tiga dosis vaksin Td seri primer. Pada kelompok ini akan diberikan sisa dosis yang belum dipenuhi. Yang perlu menjadi catatan adalah vaksin difteri hanya mampu memberikan perlindungan selama 10 tahun. Oleh karena itu, orang dewasa disarankan untuk mendapatkan booster atau penguat setiap 10 tahun.
Difteri merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diptheriae dan bersifat sangat menular. Pada pertengahan Desember lalu, Kemeterian Kesehatan RI mengungkapkan penyebaran difteri yang sedang terjadi di Indonesia saat ini masih terus bergerak.
"4 November itu baru 20 provinsi, sekarang sudah jadi 25 provensi, tadinya 95 kabupaten, sekarang sudah menjadi 123 kabupaten. Kasusnya tadinya 591, sudah jadi 663 kasus," ungkap Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes RI dr Elizabeth Jane Soepardi MOz Dsc saat dihubungi Republika.co.id dalam kesempatan berbeda, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data yang dihimpun Kemenetrian Kesehatan, dua per tiga dari kasus difteri yang saat ini ditemukan memiliki status imunisasi nol. Artinya, dua per tiga penderita difteri sama sekali tidak diimunisasi. Padahal, imunisasi merupakan upaya pencegahan difteri yang paling utama dan efektif. "Semua harus diimunisasi sampai dewasa juga," terang Jane.