REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemain sepak bola profesional mengalami perubahan struktural jantung dan menghadapi risiko gangguan irama jantung di kemudian hari. Hasil penelitian ini dipresentasikan di American College of Cardiology's 67th Annual Scientific Session beberapa waktu lalu.
Mantan pemain National Football League (NFL) di Amerika ditemukan lebih dari lima kali risiko gangguan irama jantung, seperti atrial fibrillation (AFib) dibanding orang normal. Penelitian lainnya menemukan data yang sama pada atlet profesional lain, seperti pelari jarak jauh.
Pemain sepak bola profesional mengalami pembesaran aorta setelah satu musim rutin bermain sepak bola. Direktur Pusat Kardiologi di Cleveland Clinic, Dermot Phelan mengatakan aktivitas olah raga memang memperpanjang umur dan bermanfaat banyak untuk sistem kardiovaskular, namun temuan negatif ini tampaknya berlaku bagi mereka yang melakukan olah raga terlalu ekstrem.
"Pemain tidak boleh berasumsi bahwa menjalani gaya hidup sehat dan olah raga teratur berarti mereka bebas dari masalah jantung. Faktanya, mereka berisiko tinggi mengalami gangguan, seperti AFib," kata Phelan, dilansir dari News Medical Life Science, Rabu (14/3).
Phelan dan rekan-rekannya melakukan skrining kardiovaskular terhadap 460 mantan pemain NFL. Peneliti memasukkan hasil elektrokardiogram, ekokardiogram, tes darah, dan wawancara kuesioner.
Hasilnya dibandingkan dengan 925 orang normal dengan demografi serupa pemain NFL, dalam hal usia dan ras. Peneliti menemukan pemain NFL 5,5 kali lebih tinggi terserang AFib dibandingkan orang normal atau nonatlet.
Pesepak bola juga cenderung memiliki tingkat detak jantung lebih rendah dibanding orang biasa. Phelan mengatakan detak jantung rendah berarti atlet tersebut berisiko AFib.
"Sebagian besar atlet tidak menyadarinya sampai hasil skrining diperlihatkan. Pesan kami adalah mereka perlu melakukan pemeriksaan rutin untuk memastikan irama jantungnya tetap normal," ujar Phelan.
AFib diketahui menyebabkan palpitasi jantung, pusing, dan nyeri dada. Ini juga menyebabkan risiko stroke, serangan jantung, dan gagal jantung. (Mutia Ramadhani