REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Hampir selama dua dekade, penelitian yang menyebut tentang efek vaksinasi terhadap autisme, telah ditarik. Namun, dampak dari penelitian tersebut ternyata masih terasa sampai sekarang.
Berdasarkan penelitian terbaru, orang tua yang memiliki anak Autis Spectrum Disorder (ASD) masih enggan memberikan vaksinasi terhadap anak-anaknya, termasuk saudara kandung dari anak autis tersebut yang tidak mengalami ASD.
Studi yang dimuat di jurnal ilmiah, JAMA Pediatrics, tersebut meneliti pemberian vaksinasi terhadap 600 ribu anak, dengan rentang usia dari 8 hingga 23 tahun. Tim peneliti menemukan, hampir 81,6 persen anak autis yang disuntik paket vaksinasi secara lengkap, terutama yang direkomendasikan untuk anak usia 4 hingga 6 tahun.
Angka ini jauh berbeda dengan anak-anak tanpa ASD yang menerima paket vaksinasi secara lengkap, mencapai 94,1 persen. ''Temuan menyiratkan anak dengan ASD dan saudara kandung mereka masih memiliki resiko tinggi terkena penyakit, yang sebenarnya bisa dicegah lewat vaksinasi. Keraguan dan penolakan terhadap vaksinasi menjadi salah satu faktor penting kondisi ini,'' kata salah satu tim peneliti, Ousseny Zerbo, seperti dikutip Science Alert, Rabu (28/3).
Secara keseluruhan, studi tersebut menemukan jumlah anak autis yang divaksi jauh lebih sedikit, dibanding anak tanpa ASD. Untuk vaksin difteri, anak autis hanya sekitar 89,1 persen, berbanding 96,6 persen pada anak tanpa ASD. Sedangkan untuk vaksin polio, anak autis sebesar 87,5 persen dan anak tanpa ASD sekitar 95,9 persen.
Kendati berbagai penelitian telah menyebutkan, tidak ada hubungan sebab akibat antara vaksinasi dengan timbulnya ASD. Namun, ternyata masih banyak orang tua dengan anak autis yang masih merasa khawatir, terutama terkait keamanan vaksinasi tersebut. Pun saat saudara kandung dari anak autis tersebut saat harus menerima vaksin.
''Para orang tua dengan anak ASD masih merasa khawatir. Mereka merasa, vaksinasi tersebut akan memicu autisme. Selain itu, vaksin tersebut dianggap akan membuat kondisi anak autis akan semakin buruk,'' ujar ahli dari Universitas Sydney, Nicholas Wood.