REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dewasa ini, jumlah pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) terus meningat dari tahun ke tahun. Seperti yang dicatat Indonesian Renal Registry (IRR), pada 2015 pasien baru dengan PGK mencapai 21.050 orang.
Jumlah tersebut naik di tahun 2016 sebesar 25.446 orang. Sehingga, pasien dengan PGK di Indonesia diperkirakan lebih 150 ribu orang. “Tentunya, ini menjadi perhatian kita semua”, kata Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Samosir.
Hal itu ia sampaikan pada Seminar Awam 'Pencegahan Masalah Akses Vaskuler pada Pasien Gagal Ginjal' di Grand Pacific Restaurant & Convention Hall, Yogyakarta, Ahad (6/5). Hadir pula sebagai pembicara dalam seminar tersebut, Dr Supomo, dokter spesialis bedah vaskuler, dan dr Niko Azhari Hidayat.
Lebih lanjut Tony mengungkapkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat, menjadi masalah utama terjadinya PGK. Sehingga ia menilai promotif dan preventif adalah solusi yang paling efektif sebagai pencegahannya.
Toni menambahkan ginjal, organ berbentuk kacang, yang masing-masing berukuran kepalan tangan, terletak di bagian belakang perut bekerja seperti filter bertugas menyingkirkan cairan ekstra dan kotoran dalam darah. Namun, bila ginjal kehilangan kemampuan untuk menyaring dan membersihkan darah, maka cairan dan kotoran dalam tubuh bisa terbentuk dan meracuni tubuh.
Ini disebut gagal ginjal. Dan bila ginjal tidak bisa lagi membersihkan darah, diperlukan dialisis. Bentuk dialisis yang paling umum disebut hemodialisis. Untuk menjalani hemodialisa, pasien gagal ginjal memerlukan akses vaskuler untuk mengalirkan darah dari tubuh ke mesin dan mengembalikan lagi darah dari mesin ke tubuh.
Tak jarang, paparnya, akses untuk hemodialisasi tidak bertahan lama karena berbagai faktor, sehingga kerap pasien hemodialisa harus berulang kali menjalani tindakan operasi untuk membuat akses vaskuler. Untuk itu diperlukan pencegahan supaya akses hemodialisa bukan menjadi suatu beban berat bagi pasien gagal ginjal.
Menurut dia, perlu diselenggarakan sebuah seminar yang mampu mengedukasi pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis dan pendamping pasien akan pentingnya akses vaskuler dalam proses tindakan Hemodialisis. Termasuk, pentingnya merawat dan memelihara akses vaskular pada pasien.
Sehingga adekuasi pada tindakan hemodialisis tercapai. "Kegiatan ini dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap masalah yang mungkin muncul di kemudian hari yang dapat menghambat proses hemodialisis," ujarnya.
Dr Supomo, menambahkan dalam hemodialisis, darah dari arteri di lengan dialirkan melalui tabung plastik tipis ke mesin yang disebut dialyzer. Dialyzer menyaring darah, bekerja seperti ginjal tiruan, untuk mengeluarkan cairan ekstra dan limbah dari darah.
"Darah yang dibersihkan kemudian mengalir keluar dari mesin melalui tabung lain yang ditempatkan di pembuluh darah di dekatnya di lengan yang sama," jelas dia, dalam siaran pers.
Pasien gagal ginjal memiliki 2 (dua) sampai 3 (tiga) sesi cuci darah setiap pekan. Setiap sesi berlangsung sekitar 4 atau 5 jam. Sebelum seseorang bisa memulai hemodialisis, perlu ada cara untuk mengeluarkan darah dari tubuh (dalam jumlah besar) lalu mengembalikannya. Arteri dan vena biasanya terlalu kecil, sehingga operasi dilakukan untuk membuat akses vaskular.
Ada tiga macam akses vaskular, salah satunya adalah pemberian AV Fistula. Fistula (juga disebut fistula arteriovenosa atau fistula A-V) dibuat dengan bergabung dengan arteri dan vena di bawah kulit di lengan. Saat arteri dan vena bergabung, tekanan di dalam vena meningkat, membuat dinding pembuluh darah lebih kuat.
Vena yang lebih kuat kemudian bisa menerima jarum yang digunakan untuk hemodialisis. Fistula A-V biasanya membutuhkan waktu 3 sampai 4 bulan untuk menyembuhkan sebelum dapat digunakan untuk hemodialisis. "Fistula bisa digunakan selama bertahun-tahun," kata dr Niko Azhari Hidayat.