REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Khitan atau sunat bagi perempuan masih menjadi perdebatan di Indonesia. Ada yang mengatakan wajib, ada juga yang mengatakan sunah.
Bahkan ada sejumlah negara yang melakukan pelarangan terhadap sunat perempuan. Tak heran jika banyak anak perempuan yang akhirnya disunat, juga ada banyak yang tidak disunat.
Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan, dr. Valleria, SpOG menjelaskan menurut WHO, ada beberapa istilah mengenai khitan perempuan. Pertama female circumcision, yaitu istilah umum yang mencakup eksisi suatu bagian genitalia eksternal wanita. Kedua, pharaonic circumcision dan Sunna circumcision.
Pharaonic circumcision adalah sejenis sirkumsisi wanita yang terdiri dari dua prosedur yaitu bentuk yang radikal dan bentuk yang dimodifikasi. Pada bentuk radikal, klitoris, labia minora, dan labia majora diangkat dan jaringan yang tersisa dirapatkan dengan jepitan atau jahitan.
Pada bentuk yang dimodifikasi, preputium dan glans clitoris serta labia minora di dekatnya dibuang. Sunna circumcision adalah suatu bentuk sirkumsisi wanita. Pada bentuk ini, preputium klitoris dibuang.
Ada lagi Female Genital Cutting (FGC) atau Female Genital Mutilation (FGM). Menurut WHO, definisi FGM meliputi seluruh prosedur yang menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genitalia eksterna atau melukai pada organ kelamin wanita karena alasan non-medis.
WHO mengklasifikasikan FGM menjadi empat tipe. Pertama, klitoridektomi, yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris, termasuk juga pengangakatan hanya pada preputium klitoris (lipatan kulit di sekitar klitoris). Kedua, eksisi yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora, dengan atau tanpa eksisi dari labia majora.
Tipe lainnya yaitu semua prosedur berbahaya lainnya ke alat kelamin perempuan untuk tujuan non-medis, misalnya menusuk, melubangi, menggores, dan memotong daerah genital. Tipe lainnya infibulasi penyempitan lubang vagina dengan membentuk pembungkus. Pembungkus dibentuk dengan memotong dan reposisi labia mayor atau labia minor, baik dengan atau tanpa pengangkatan klitoris.
FGM meliputi seluruh proses yang mengubah atau menyebabkan perlukaan pada genitalia eksterna wanita karena alasan non-medis. Prosedur FGM tidak bermanfaat bagi wanita. Prosedur FGM dapat menyebabkan perdarahan dan gangguan kencing, dan dalam jangka lama bisa menyebabkan kista, infeksi, kemandulan, serta komplikasi dalam persalinan yang dapat meningkatkan risiko kematian bayi baru lahir.
Dalam situs resminya, WHO menjelaskan beberapa informasi tentang FGM yaitu sekitar 140 juta anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia saat ini hidup dengan akibat buruk dari FGM. FGM ini kebanyakan dilakukan pada anak dan gadis-gadis muda, antara bayi dan usia 15 tahun.
Di Afrika diperkirakan 92 juta perempuan 10 tahun ke atas telah mengalami FGM. FGM adalah pelanggaran hak asasi terhadap perempuan. Praktik ini kebanyakan dilakukan oleh ahli khitan tradisional, yang juga berperan penting dalam komunitas, seperti menolong persalinan. Namun, lebih dari 18 persen dari semua FGM dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan, dan tren ini terus meningkat.
"Yang dilarang WHO adalah FGM bukan khitan perempuan," ungkapnya.
Disimpulkan dari penjelasan WHO yang dilarang adalah tindakan FGM yaitu seluruh prosedur yang menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genialia eksterna atau melukai pada organ kelamin wanita karena alasan non-medis. Namun perlu diperhatikan baik-baik bahwa definisi khitan wanita dalam Islam tidak sama dengan FGM yang dilarang oleh WHO.