REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Diabetes melitus merupakan penyakit mematikan nomor tiga di Indonesia setelah stroke dan serangan jantung. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan kencing manis.
International Diabetes Federation menyatakan di tahun 2014 terdapat 9, 1 juta kasus diabetes di Indonesia dengan prevalensi 5,81 persen. Jumlah penderita diabetes yang meninggal pada rentang usia 20-79 tahun di Indonesia berjumlah 176 ribu jiwa.
Pengendalian gula darah sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi dari diabetes. Hal inilah yang mendorong mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Fauziyyah Dityaningtiastuti melakukan penelitian ekstrak cacing Siphonosoma australe sebagai obat antidiabetes dan bisa dikonsumsi dengan mudah oleh masyarakat luas. Penelitian ini di bawah bimbingan Prof Sri Purwaningsih dan Prof Ekowati Handharyani.
Siaran pers IPB yang diterima Republika.co.id menyebutkan, obat yang sering digunakan dalam terapi diabetes adalah terapi insulin dan Obat Hipoglikemik Oral (OHO). Penggunaan obat tersebut dapat menimbulkan efek samping dan membutuhkan biaya yang mahal. Hal ini mendorong banyak orang untuk beralih pada pengobatan alami dalam mengatasi diabetes.
“Salah satu sumber alam yang memiliki potensi untuk dikembangkan untuk pengobatan diabetes adalah cacing laut Siphonosoma australe. Penelitian terdahulu menunjukkan cacing S. australe memiliki aktivitas antihiperglikemik dan dapat menurunkan rata-rata kadar glukosa darah saat diujicobakan pada tikus,” kata Fauziyyah.
Namun, ia menambahkan, pengembangan lebih lanjut mengenai potensi ini belum dilakukan. “Ekstrak cacing Siphonosoma australe terbukti memiliki aktivitas antihiperglikemik. Saya mencoba memformulasikan ekstrak cacing ini dalam bentuk kapsul agar mudah dimanfaatkan,” ungkap Fauziyyah.
Fauziyyah melakukan penelitian dengan judul “Aktivitas Antihiperglikemik Kapsul Ekstrak Cacing Laut Siphonosoma australe pada Tikus Galur Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotocin”. Dalam penelitiannya, Fauziyyah mengujikan kapsul ekstrak cacing S. australe ke hewan uji tikus galur Sprague Dawley.
Pengamatan dilakukan untuk melihat pengaruh cacing laut terhadap kadar gula darah, bobot badan, jumlah konsumsi air, SGOT, dan SGPT. Kapsul pada penelitian ini diformulasikan pada dosis 22,5 dan 45 miligram per kilogram berat badan.
Hasil penelitiannya menunjukkan ekstrak cacing S. australe memiliki kandungan bioaktif alkaloid, flavonoid, steroid, saponin, dan triterpenoid. Pengamatan kadar gula darah menunjukkan ekstrak S. australe dosis 45 miligram per kilogram per berat badan dapat menurunkan kadar gula darah tikus sebesar 117,33 mg/dL dan memperbaiki fungsi hati dengan nilai SGOT dan SGPT sebanyak 314 U/L dan 200 U/L.
Menurut Fauziyyah, kandungan senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak S. australe mampu menormalkan kerusakan yang ada di hati. Kandungan alkaloid dan flavonoidnya memiliki aktivitas hipoglikemik dan dapat menghambat kerja enzim alfa glukosidase sebagai antidiabetes.
Fauziyyah berharap hasil penelitiannya ini dapat menjadi sumber informasi bahan nutraseutika maupun farmaseutika. “Saya juga berharap penelitian ini bisa diaplikasikan untuk pengobatan diabetes,” tambahnya.