REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya angka kejadian kanker di Indonesia dan di seluruh dunia melahirkan kekhawatiran tersendiri. Sudah beberapa dekade perlawanan dilakukan terhadap penyakit kanker, namun angka kematian masih tinggi. Berbagai penelitian di bidang terapi untuk kanker terus dilakukan untuk menghasilkan terapi kanker yang efektif.
Beberapa tahun terakhir, dunia penelitian mulai menaruh harapan besar pada imunoterapi yang kini menjadi harapan baru bagi pasien kanker. Menyikapi hal ini Dr dr. Andhika Rachman, SpPD, KHOM, staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM menjelaskan imunoterapi memiliki tujuan yang sama dengan terapi kanker yang sudah dikembangkan sebelumnya, yaitu terapi target.
Artinya terapi menyasar langsung kepada sel kanker yang dituju. Hanya saja, pada imunoterapi, konsepnya sedikit berbeda. Imunoterapi memberikan kesempatan kepada sel kekebalan tubuh agar lebih aktif melawan sel kanker.
Imunoterapi memutus ikatan antara PD-1 (Programmed Cell Death-1) yaitu reseptor yang ada di permukaan sel-T, sel yang berperan penting dalam sistem imun, dengan PD-L1 (Programmed Death-Ligand 1) yang ada di permukaan sel kanker. Ketika PD-1 dan PD-L1 berikatan, maka sel T tak mampu mengenali sel kanker sehingga terjadi kegagalan untuk membunuh sel kanker sebagaimana seharusnya.
“PD-1 itu dijadikan salah satu kaki dari sel kanker tadi untuk melumpuhkan sel imun kita. PD-1 ditempel dan dimodifikasi, sehingga program untuk melumpuhkan sel kanker tidak berjalan,” papar dr. Andhika dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (5/6).
Dibandingkan kemoterapi atau pengobatan kanker lainnya, pengobatan imunoterapi memiliki efektivitas yang cukup signifikan. Itulah sebabnya sejak pertengahan tahun 2016 dunia mengalami euforia dengan imunoterapi karena sudah kehilangan harapan terhadap pengobatan konvensional yang responnya tidak signifikan.
Imunoterapi diharapkan dapat melawan semua jenis kanker, yang sel-selnya mengekspresikan PD-L1. Untuk menentukan apakah sel kanker mengekspresikan PD-L1, maka perlu dilakukan pemeriksaan biomolekular. Untuk saat ini, pembrolizumab yang merupakan penghambat PD-1 (PD-1 inhibitor) adalah satu-satunya imunoterapi di Indonesia yang sudah disetujui oleh BPOM digunakan untuk terapi kanker paru dan kanker kulit jenis melanoma.
Namun penelitian untuk pengobatan jenis kanker lain masih terus dilakukan. Menurut dr. Andhika, hasil pengobatannya cukup signifikan yang ditandai dengan respon terapi yang lebih baik dan peningkatan angka kesintasan pasien.