Selasa 19 Jun 2018 04:30 WIB

WHO Masukkan Gaming Disorder Sebagai Penyakit Mental

ada tiga karakteristik gaming disorder menurut WHO

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nidia Zuraya
Anak bermain games. Ilustrasi
Foto: Alamy
Anak bermain games. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan gaming disorder atau kecanduan bermain gim sebagai penyakit mental yang termasuk dalam edisi ke-11 Klasifikasi Penyakit Internasional yang dirilis, Senin (18/6). Meski begitu, tidak semua psikolog setuju kecanduan bermain gim layak dimasukkan dalam Klasifikasi Penyakit Internasional, yang dikenal sebagai ICD tersebut.

"Saya tidak menciptakan preseden," ungkap anggota Departemen Kesehatan Jiwa dan Penyalahgunaan Zat WHO, dr Vladimir Poznyak yang mengajukan diagnosis baru kepada badan pengambilan keputusan WHO.

Menurut Poznyak ada tiga karakteristik gaming disorder. Pertama, yakni selalu mengutamakan bermain gim daripada kegiatan lain. Kedua, sulit mengontrol dan mengendalikan waktu untuk bermain gim.

"Untuk karakteristik ketiga, di mana kondisi tersebut mengarah ke gangguan yang signifikan dan gangguan dalam fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan atau pekerjaan Dampaknya nyata, dan mungkin termasuk pola tidur terganggu, seperti masalah diet, seperti kekurangan dalam aktivitas fisik," jelas Poznyak seperti dikutip dari CNN Health, Selasa (19/6).

Secara keseluruhan, kata Poznyak, karakteristik tersebut sangat mirip dengan karakteristik diagnostik gangguan penggunaan zat dan gangguan perjudian. Gangguan judi adalah kategori lain dari kondisi klinis yang tidak terkait dengan penggunaan zat psikoaktif tetapi pada saat yang sama dianggap sebagai kecanduan.

Poznyak mencatat bahwa ICD tidak membuat 'resep' dalam hal cakupan asuransi atau pengembangan layanan kesehatan, keputusan ini dibuat oleh otoritas nasional. Tetapi intervensi pencegahan dan pengobatan dapat membantu orang untuk meringankan penderitaan pemain game.

Apapun terapi, kata Poznyak, itu harus didasarkan pada pemahaman sifat perilaku dan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi. Intervensi pencegahan mungkin juga diperlukan.

Pada akhirnya, WHO berharap bahwa dimasukkannya gangguan permainan dalam klasifikasi akan merangsang perdebatan serta penelitian lebih lanjut dan kolaborasi internasional.

Sementara itu, seorang psikolog berlisensi dan direktur eksekutif di The Telos Project, sebuah klinik kesehatan mental nirlaba di Fort Worth, Texas, Anthony Bean menganggap dirinya sebagai anggota kamp yang menentang masuknya gangguan permainan di ICD. Menurut dia, hal tersebut masih terlalu dini untuk disebut sebagai diagnosis.

"Ini sedikit prematur. Saya seorang dokter dan peneliti, jadi saya melihat orang-orang yang bermain gim video dalam pengalamannya, mereka benar-benar menggunakan game lebih sebagai mekanisme mengatasi kecemasan atau depresi," kata Bean.

Bean juga menilai, kriteria yang digunakan oleh WHO untuk mendefinisikan gaming disorder ke dalam ICD, terlalu luas. Sementara versi gangguan ringan, sedang atau berat belum dijelaskan secara memadai.

"Mendiagnosis pasien dengan gaming disorder, kemudian, akan didasarkan pada pengalaman yang sangat subyektif dari dokter," kata dia. "Dan bahkan sebagian besar dokter mungkin akan setuju bahwa mereka tidak memahami konsep untuk permainan video karena mereka tidak tenggelam dalam dunia atau pengalaman itu," tambah Bean.

Menurut dia, diagnosis ICD tidak tepat diinformasikan. Karena sebagian besar dokter, dan bidang kesehatan mental secara keseluruhan, tidak memahami populasi game.

"Jika kita memahami genre apa yang membuat setiap orang tertarik, itu memberi tahu siapa mereka sebagai pribadi dan mengapa mereka memilih itu," kata Bean. Kemudian, dokter dapat merekomendasikan permainan baru untuk memandu gamer menuju perilaku yang lebih sehat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement