Rabu 20 Jun 2018 13:11 WIB

Praktisi Tolak Dukung Kecanduan Gim Sebagai Gangguan Mental

WHO berlebihan karena gandrung pada gim lebih cocok disebut dengan 'gaming addiction'

Rep: Christiyaningsih/ Red: Esthi Maharani
Anak bermain gadget
Foto: AP
Anak bermain gadget

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Health Organization (WHO) telah menggolongkan kecanduan gim sebagai gangguan mental. Akan tetapi keputusan tersebut ditentang oleh sejumlah praktisi yang menilai penggolongan itu didasarkan atas riset yang lemah.

Menurut psikolog Andrew Przybylski, penggunaan terminologi 'gaming disorder' oleh WHO berlebihan karena  gandrung pada gim lebih cocok disebut dengan 'gaming addiction' saja. Andrew merupakan psikolog dari Oxford Internet Institute yang aktif meneliti tentang gim dan kesehatan mental. Dalam pandangannya, kriteria WHO tentang seseorang yang disebut kena gangguan mental akibat gim masih terlalu luas.

(Baca: WHO, Kecanduan Game Itu Gangguan Kesehatan Mental)

Berdasarkan definisi WHO, seorang pecandu gim bisa disebut terkena gangguan mental apabila memenuhi beberapa kriteria. Kriteria tersebut yakni lebih suka bermain gim daripada kegiatan lain, tidak berhenti main gim walau kewajiban sehari-hari jadi kacau, punya relasi sosial buruk akibat gim, dan tanda-tanda itu sudah berlangsung minimal selama setahun.

"Jika syaratnya itu, maka anda bisa dengan mudah mengganti kata gim menjadi seks, makanan, atau menonton piala dunia," katanya dilansir dari The Verge.

Menurutnya, orang tahu bagaimana opium dan nikotin menyebabkan kecanduan namun belum jelas apakah efek yang sama juga dihasilkan akibat sering bermain gim. Sebutan 'game disorder' baginya tidak menjelaskan gim atau fitur apa yang menyebabkan adiksi. Sehingga, lingkupnya masih terlalu luas untuk memperoleh penanganan khusus bagi mereka yang mengalaminya.

Peneliti kesehatan masyarakat khusus dampak teknologi di John Hopkins University, Michelle Colder Carras, ikut mengemukakan pendapatnya. Kendati di luar sana memang banyak orang yang terlalu banyak menghabiskan waktu bermain gim, namun ada terapi umum yang bisa menyembuhkan. Terapi tersebut cenderung lebih ringan daripada terapi yang diberikan kepada pasien yang didiagnosis depresi atau kecemasan.

Baik Carras maupun Przybylski sama-sama tergabung dalam kelompok peneliti yang menulis surat kepada WHO. Pada 2016 lalu, mereka melayangkan surat kepada WHO yang intinya menolak pertimbangan lembaga tersebut memasukkan sebutan 'gaming disorder' sebagai gangguan mental. Alasan yang mendasari penolakan tersebut adalah karena belum ada konsensus dan studi memadai di area tersebut.

Para pakar yang menolak menyatakan studi yang sudah ada belum menyebut berapa banyak orang yang sedang berjuang di bawah 'gaming disorder'. Selain itu, beberapa studi mengenai 'gaming disorder' menanyakan kepada para responden mengenai kecanduan internet atau kecanduan komputer. Dua hal tersebut tentu berbeda dengan kecanduan gim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement