REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebagian perempuan merasa perlu melakukan perawatan di sekitar daerah kewanitaan secara berkala. Menurut survei, sekitar 87 persen kaum hawa di Inggris rutin menghilangkan rambut kemaluan dengan cara mencukur atau melakukan waxing.
Namun, pakar ginekologi menganjurkan untuk tidak mencukur habis rambut bagian bawah. Sebab, ada konsekuensi merugikan di baliknya. Sekitar 60 persen perempuan mengalami setidaknya satu kali komplikasi kesehatan akibat kebiasaan tersebut.
Dr Vanessa Mackay, konsultan obstetri dan ginekologi untuk Royal College of Obstetricians and Gynecologists menjelaskan pentingnya rambut kemaluan. Keberadaannya melindungi kulit lunak vulva di vagina serta menjadi penghalang alami virus dan bakteri.
"Tidak hanya melindungi dari penyakit dan masalah kulit, rambut kemaluan juga mencegah partikel asing seperti debu dan bakteri patogen masuk ke dalam tubuh, juga membantu mengontrol kelembapan sehingga menurunkan kemungkinan infeksi," ujarnya.
Baca juga: Empat Rahasia Kulit Sehat ala Jepang
Mackay menyoroti, mencukur habis rambut kemaluan berisiko menimbulkan iritasi. Folikel rambut yang tertinggal juga dapat memicu luka terbuka mikroskopis. Saat iritasi berada di area hangat dan lembap, bakteri patogen lebih mudah berkembang.
Mencukur rambut kemaluan juga merugikan karena menempatkan perempuan pada risiko lebih tinggi terkena penyakit seperti kutil kelamin. Gejalanya akan memicu serangkaian kondisi tidak nyaman, di antaranya luka lepuh, kemerahan, lecet, dan gatal.
Teknik waxing alias pencabutan rambut kemaluan menggunakan lilin juga tidak luput dari masalah. Sebab, metode ini dapat menyebabkan rambut yang semestinya tumbuh ke luar tertahan dan pada akhirnya membentuk benjolan-benjolan kecil.
Meskipun tidak berbahaya dan akan hilang dengan sendirinya, tetap ada kemungkinan gangguan kulit, radang, dan infeksi. Pada beberapa kasus, benjolan bernama folikulitis itu bisa bertambah parah hingga butuh penanganan dokter, dikutip dari laman Independent.