REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengomentari fisik orang lain sebagai 'lelucon' mungkin dianggap wajar. Ucapan seperti 'kok, gendutan sekarang?' atau 'coba makan yang banyak, kamu terlihat terlalu kurus' pasti terdengar sangat familiar. Tapi, tahukah kalau kata-kata seperti itu termasuk body shaming?
Body shaming tidak hanya dilakukan oleh teman-teman atau lingkungan sekitar yang menganggapnya sebagai bercandaan. Sanak keluarga, bahkan orang tua sendiri, tanpa disadari dapat melakukan body shaming.
"Body shaming dari dulu merupakan kontra dari gerakan mencintai tubuh. Khususnya pada kaum perempuan. Body shaming umumnya untuk memojokkan perempuan," kata psikolog Roslina Verauli dalam acara #SharingMamakMeira di Kinokuniya Bookstore, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Dalam kasus body shaming, perempuan dipojokkan dan dibuat malu dengan tubuhnya sendiri. Tidak hanya ditujukan pada perempuan bertubuh besar dan kecil, tetapi juga yang bertubuh tinggi dan pendek, dan memiliki kulit gelap.
Kasus body shaming banyak sekali dialami oleh para wanita yang sudah menjadi ibu. Padahal, tubuh perubahan drastis wanita setelah melahirkan merupakan hal yang wajar.
Roslina mengatakan, body shaming dapat ditemui tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Salah satu yang dapat ditemui di dunia nyata adalah ketika bertemu dengan sanak saudara. Roslina berkata, ketika sudah lama tidak berjumpa, seharusnya basa-basi yang dilakukan janganlah hal-hal yang emosional seperti bertanya mengapa terlihat gemuk.
Sementara body shaming dalam dunia maya, Roslina menyebutkan banyak sekali komentar-komentar mengenai fisik seseorang dapat ditemukan di media sosial Instagram. "Yang komentar (negatif) tidak hanya perempuan lho, tetapi juga laki-laki. Kok, bisa ya perempuan komen (negatif) ke sesama perempuan?" tanya Roslina.
Mencintai diri sendiri, menurut Roslina, tidak bisa dilakukan secara instan. Semua harus melewati proses agar benar-benar mengerti dan memahami diri sendiri. Ketika seseorang melewati sebuah proses, maka orang tersebut dalam perjalanannya akan menyadari bahwa ia adalah versi terbaik dirinya.
Apabila seseorang sedang dalam fase mempertanyakan dirinya sendiri karena mengalami body shaming, Roslina menyarankan agar berbicara ke orang terdekat. Ketika dirasa masih kurang, maka lebih baik mencari bantuan profesional.
Terkadang, ketika seseorang sedang terpuruk, ia tidak dapat mengontrol emosinya. Lebih baik meminta tolong kepada psikolog supaya orang-orang terdekatnya tidak terkena dampak emosional.