Jumat 24 Aug 2018 22:50 WIB

Isu Kehalalan Vaksin MR Bukan Lagi Masalah

Masyarakat Muslim diminta tidak perlu lagi galau terhadap kehalalan vaksin MR.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Measles Rubella (MR) yang akan disuntikkan kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Measles Rubella (MR) yang akan disuntikkan kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinilai mengakhiri perdebatan soal vaksin. Ketua I Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso menyebut isu kehalalan vaksin MR tidak perlu lagi dipermasalahkan. Hal ini mengingat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah mengeluarkan fatwa jika vaksin tersebut bisa digunakan selama tidak ada cara lain.

"Isu vaksin ini sudah selesai untuk halal-haramnya setelah MUI mengeluarkan fatwa. MUI membolehkan vaksin MR digunakan sebagai program imunisasi selama tidak ada alternatif lain," ujar Piprim di Kantor Republika, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (24/8).

Masyarakat Muslim Indonesia diminta tidak perlu lagi galau terhadap masalah halal dan haram vaksin MR ini. MUI secara syariat telah membolehkan vaksin ini digunakan oleh umat Muslim di Indonesia.

Piprim menyebut isu halal haram vaksin ini memang terus menjadi perdebatan. Sebelumnya vaksin polio pun menjadi permasalahan. Namun jika mengingat fungsi dan tujuan dari vaksin ini, hal tersebut harusnya tidak terlalu diperdebatkan.

Pendiri Rumah Vaksin ini menjelaskan turunan bahan babi yang digunakan untuk vaksin atau Tripsin ini hanya sebatas pada proses awal. Tripsin digunakan untuk melepaskan sel dari wadah pengembangbiakannya.

"Fatwa MUI yang baru nomor 33 tahun 2018 menyebut vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya haram. Namun di vaksin MR di produk akhirnya tidak ada babinya, hanya turunannya digunakan sebagai stabilizer. Karena keterpaksaan tidak ada alternatif lain, akhirnya jadi mubah atau boleh," lanjutnya.

Ia pun menilai masyarakat harus bijak dalam menilai penggunaan unsur babi dalam proses pembuatan vaksin ini. Dalam Islam sendiri dikenal istilah Istihalah maupun Istiklah untuk proses perubahan barang yang haram menjadi halal maupun sebaliknya.

Dia mengingatkan akan pentingnya vaksin bagi generasi muda Indonesia dan mencegah kelahiran cacat akibat sindrom Rubella. Bayi yang lahir dan mengidap sindrom Rubella akan mengalami kebocoran jantung, tuli, kebutaan, serta volume otak yang mengecil.

"Vaksin ini sangat penting bagi manusia, tidak hanya bayi atau anak-anak. Rubella ini kalau menyerang anak-anak memang seperti sakit biasa, tapi kalau kena ibu hamil, bisa bahaya. Bayi itu yang terkena dampak besar," ujarnya.

Vaksin MR atau measles dan rubella ini diperuntukkan bagi anak usia 9 bulan hingga 15 tahun. Kelompok usia ini lah yang menjadi lahan subur bagi virus tersebut untuk hidup dan berkembangbiak.

"Indonesia ini memang sarang Rubella. Yang terbaru, Jepang memberikan komplain warganya yang setelah liburan ke Indonesia pulang-pulang bawa virus Rubella. Ini menunjukkan tingkat bahayanya," lanjut Piprim.

Ia pun menyebut pemerintah telah memiliki program nasional untuk virus ini. Di 2017 pemerintah mentargetkan vaksin MR di wilayah Jawa dan 2018 vaksin di luar Jawa. Untuk mengeliminasi virus Rubella sendiri, cakupan kelompok usia tersebut yang divaksin harus lebih dari 95 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement