REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari separuh orang dewasa di Amerika Serikat mengonsumsi suplemen diet seperti vitamin, mineral, asam amino, dan enzim tertentu. Meski dijual bebas, studi terbaru menyoroti kandungan yang berpotensi tersembunyi dalam sebagian suplemen.
Penelitian tersebut telah dipublikasikan di Journal of the American Medical Association (JAMA). Antara 2007 sampai 2016, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) mengeluarkan peringatan untuk 776 produk karena mengandung "bahan farmasi yang tidak disetujui".
Para ahli sebenarnya telah membahas masalah industri farmasi AS itu selama bertahun-tahun. Ini pertama kalinya peringatan FDA dikuantifikasi dalam sebuah riset khusus untuk menunjukkan tingkat keseriusan masalah tersebut.
Pada sebagian suplemen, FDA menemukan jejak obat sildenafil (nama generik Viagra) dan sibutramine (obat penurun berat badan yang dilarang beredar karena menyebabkan serangan jantung dan stroke). Ada pula steroid sintetis atau bahan-bahan yang menyerupai steroid.
Obat tersembunyi lainnya termasuk antidepresan, obat pencahar, dan stimulan. Beberapa obat tersebut belum disetujui, beberapa bahkan sudah dicabut izin beredarnya, karena diduga memberikan efek samping serius seperti keinginan bunuh diri, pendarahan, dan kejang.
Dari ratusan data yang tercatat, FDA sudah mengirimkan peringatan langsung kepada 146 perusahaan suplemen. Namun, meski sudah diperingatkan, mereka terus menjual produk-produk itu, terkadang dengan tambahan zat-zat baru lainnya.
Para penulis studi mengatakan, obat-obatan yang ditemukan dalam suplemen makanan berpotensi menyebabkan efek serius pada kesehatan. Bisa saja terjadi penyalahgunaan yang tidak disengaja, penggunaan berlebihan, atau interaksi dengan obat lain.
Terlebih, penggunaan suplemen telah dikaitkan dengan 23 ribu pasien dilarikan ke Unit Gawat Darurat dan 2 ribu pasien menjalani rawat inap setiap tahun. Studi juga menunjukkan bahwa jumlah suplemen dengan kandungan bahan farmasi 'tidak jelas' meningkat dari tahun ke tahun.
"Pemalsuan bahan farmasi aktif tidak terjadi secara kebetulan. Jika dibiarkan, akan timbul risiko kesehatan serius pada konsumen yang menelan obat-obatan ini tanpa menyadari bahayanya," kata para penulis dalam laporan mereka, dikutip dari laman Instyle.