Selasa 13 Nov 2018 11:00 WIB

Dokter Jelaskan Fenomena Sitting is the New Smoking

Setiap dua jam duduk lakukan peregangan di sela-sela waktu.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Indira Rezkisari
Praktisi kesehatan menyebut kebiasaan duduk terlalu lama disejajarkan dengan bahaya kebiasaan merokok.
Foto: Pixabay
Praktisi kesehatan menyebut kebiasaan duduk terlalu lama disejajarkan dengan bahaya kebiasaan merokok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duduk merupakan salah satu kegiatan yang hampir tak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Baik itu saat bekerja hingga bersantai menonton televisi, duduk menjadi salah satu posisi favorit bagi banyak orang untuk melakukan beragam aktivitas.

Sayangnya, terlalu banyak duduk dapat memicu timbulnya beragam hal negatif bagi kesehatan. Risiko kesehatan dari terlalu lama duduk bahkan bisa disejajarkan dengan risiko kesehatan dari kebiasaan merokok.

Baca Juga

"Sitting is the new smoking (duduk merupakan bentuk merokok yang baru)," ungkap dokter Timnas Sepak Bola Wanita Indonesia Asian Games 2018 dr Grace Joselini dalam sosialisasi kampanye Live Healthier Lives bersama Sun Life Financial Indonesia di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Bukan tanpa alasan bila kebiasaan duduk terlalu lama disejajarkan dengan kebiasaan merokok. Grace mengatakan kegiatan duduk hanya membakar sedikit kalori yaitu 1 kkal per menit. Jumlah ini tentu tidak sepadan dengan beragam makanan yang mungkin dikonsumsi selama seseorang melakukan aktivitas sambil duduk.

Tak hanya itu, duduk dalam waktu tiga jam saja sudah dapat membuat pembuluh darah menyempit dengan cukup signifikan. Pembuluh darah yang menyempit dapat berimbas pada terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi.

Duduk dalam waktu tiga jam juga dapat menurunkan sensitivitas insulin di dalam tubuh hingga 50 persen. Penurunan sensitivtas insulin dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap risiko penyakit diabetes mellitus.

Oleh karena itu, Grace mengatakan orang-orang yang kurang bergerak atau terlalu banyak duduk cenderung mengalami hipertensi atau diabetes. Jika sudah terkena salah satu dari dua penyakit ini, lanjut Grace, masalah kesehatan yang lebih serius bisa mengenai beragam organ di dalam tubuh.

"Kena ke semua organ, ke jantung, ke ginjal, ke semua," papar Grace.

Kebiasaan duduk lebih dari enam jam yang dilakukan terus-menerus selama dua minggu juga dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat atau LDL di dalam tubuh. Peningkatan kadar LDL dapat menyebabkan terjadinya penumpukan plak di dalam pembuluh darah.

Penumpukan plak di dalam pembuluh darah memiliki risiko untuk lepas dan menyumbat pembuluh darah di organ-organ penting tubuh, salah sautnya jantung. Penyumbatan pembuluh darah di jantung tentunya akan menimbulkan masalah jantung yang serius dan membahayakan.

Kebiasaan duduk terlalu lama atau pola hidup sedentari yang berlangsung hingga satu tahun dapat menyebabkan densitas tulang menurun sekitar 1 persen per tahun. Kecenderungan ini tentu mengkhawatirkan, khususnya bagi perempuan menopause yang sudah memiliki risiko tersendiri terhadap osteoporosis.

Pola hidup sedentari dan kebiasaan duduk terlalu lama yang berlangsung selama 10-20 tahun juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dengan cukup signifikan. Tak hanya itu, risiko penyakit kanker pun dapat meningkat.

"10-20 tahun, sudah makin meningkat. (Risiko) penyakit jantung 60 persen, penyakit kanker 30 persen," ungkap Grace.

Oleh karena itu, Grace menyarankan agar orang-orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan duduk untuk melakukan beberapa modifikasi gaya hidup. Salah satunya dengan melakukan peregangan setelah dua jam dalam posisi duduk.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement