REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian sebelumnya menunjukkan orang-orang yang menderita cedera otak traumatis mengalami peningkatan risiko bunuh diri. Sekelompok peneliti melakukan penelitian medis lebih komprehensif di Denmark untuk menemukan kaitan dengan cedera otak dengan bunuh diri menggunakan sampel individu lebih banyak.
Hasil penelitian ini telah diterbitkan di Jurnal American Medical Association. Trine Madsen, Michael Benros, dan rekan-rekannya menganalisis data 7,418 juta orang yang mengalami dan tidak mengalami gegar otak atau cedera otak traumatis berusia 10 tahun ke atas per 1 Januari 1980 yang terdata masih hidup, meninggal, atau meninggalkan Denmark hingga 31 Desember 2014. Jumlah orang yang meninggal akibat bunuh diri mencapai 34.529 orang.
Secara keseluruhan tingkat orang yang bunuh diri adalah 19,9 kasus per 100 ribu orang pada orang yang tidak pernah mengalami gegar otak. Kondisinya berbeda signifikan dengan 40,6 kasus bunuh diri per 100 ribu orang pada orang yang setidaknya pernah mengalami satu kali cedera otak.
"Tingkat bunuh diri dua kali lebih tinggi pada mereka yang pernah mengalami gegar otak," kata penulis yang juga profesor di Departemen Psikatri Washington University, Eugene Rubin, dilansir dari Psychology Today, Rabu (14/11).
Peneliti kemudian memeriksa hubungan antara tingkat bunuh diri dengan tingkat keparahan cedera otak peserta. Levelnya mulai dari gegar otak ringan, cedera fraktur tengkorak, dan cedera kepala dengan kerusakan otak struktural.
Hasilnya, gegar otak ringan saja sudah menimbulkan tingkat bunuh diri parah hingga dua kali lipat dari orang biasa yang sehat. Tingkat bunuh diri tertinggi terjadi enam bulan sejak orang tersebut mengalami gegar otak. Rubin mengatakan gegar otak ringan meningkatkan risiko bunuh diri karena terjadi perubahan di otak yang mendasari perubahan perilaku.
"Teman dan keluarga dari penderita gegar otak ringan sekalipun harus sadar akan peningkatan risiko bunuh diri, terutama enam bulan setelah kejadian," katanya.
Jika seseorang mengembangkan gejala depresi, perilaku impulsiv, dan perubahan perilaku lainnya, lebih baik membawa dan mengevaluasi mereka ke dokter atau profesional kesehatan mental.