Senin 26 Nov 2018 18:25 WIB

Pakar Ungkap Bahaya Plastik Mikro Bagi Kesehatan

Plastik ukuran nano dengan mudah masuk ke tubuh lewat makanan.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Hewan laut memiliki kemungkinan terbesar terpapar mikroplastik akibat sampah plastik yang dibuang sembarangan.
Foto: Pxhere
Hewan laut memiliki kemungkinan terbesar terpapar mikroplastik akibat sampah plastik yang dibuang sembarangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampah plastik menjadi masalah yang solusinya masih jauh dari kenyataan. Tak hanya mencemari lingkungan, sampah dalam bentuk plastik mikro berpotensi pula mengganggu kesehatan manusia.

Ahli nutrisi Tan Shot Yen mengatakan, plastik mikro mempunyai implikasi untuk kesehatan manusia di masa mendatang. Mulai dari gangguan organ hingga masalah reproduksi.

Ia menjelaskan, bukti-bukti cemaran yang kasat mata seperti kasus hewan laut yang mati akibat polusi plastik sudah menjadi alarm bahaya. Cepat atau lambat masalah serupa akan memberi dampak bagi manusia.

"Hanya saja, tidak dalam rupa seperti kalau kita mengonsumsi sesuatu yang terkontaminasi bakteri lalu sakit perut saat itu juga. Kontaminan atau polusi dalam kehidupan manusia membutuhkan akumulasi hingga dosis tertentu kemudian memberi gambaran nyata berupa penyakit atau gangguan organ hingga masalah reproduksi dan tumbuh kembang," katanya, Senin (26/11).

Ia mengungkap salah satu studi menemukan dalam 1 kilogram garam laut saat ini telah tercemar oleh lebih dari 600 plastik mikro. Kemudian jika manusia mengonsumsi 5 gram garam, bisa diandaikan secara tidak langsung tiap hari tubuhnya kemasukan tiga mikroplastik.

Tak hanya itu, ia menyebut plastik mikro ini juga telah mencemari hewan-hewan termasuk ikan di lautan yang dikonsumsi manusia. Berdasarkan laporan PBB 2016 tercatat lebih dari 800 spesies hewan terkontaminasi plastik melalui saluran cerna. Data tersebut tercatat 69 persen lebih tinggi dibanding catatan pada 1977.

"Mikroplastik dengan ukuran lebih kecil seperti nano dapat bertahan dalam tubuh hewan laut dan berpindah dari saluran cerna masuk ke dalam sistem sirkulasi atau jaringan tubuhnya," katanya.

Ia menyebutkan, cemaran plastik yang tidak kasat mata (plastik mikro) tidak sama antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Diperkirakan wilayah yang padat pemukiman atau habitat manusia mempunyai risiko lebih tinggi ketimbang bagian bumi lain yang penduduknya jarang.

Ia menjelaskan, plastik berukuran nano yang merupakan partikel non-degradasi masuk  melalui jalur makan/oral, dengan perantaraan sel epitel khusus dalam selaput lendir sistem pencernaan masuk ke dalam sistem peredaran darah juga sistem limfatik. Plastik mikro lalu berkelana hingga ke dalam hati dan kantung  empedu.

Kemudian penelitian Seltenrich mengungkap ukuran dan kemampuannya menembus plasenta serta sawar otak (blood brain barrier) memberi gambaran bagaimana nano plastik ini akan mempengaruhi janin dan sistem saraf manusia. Penelitian lain membuktikan, plastik mikro berisiko pada jantung dan paru, genotoksisitas, reaksi peradangan, stres  oksidatif, efek terhadap penyerapan zat gizi, gangguan pada mikro flora dan sistem reproduksi.

Hingga kini, ia menyebut penelitian masif di luar negeri masih berjalan. Kesimpulan perlu dilakukan tindakan agresif melawan polusi laut karena akan merugikan manusia.

Dokter Tan namun meminta masyarakat tidak menghindari ikan dan hasil laut untuk konsumsi. "Sangat tidak bijaksana hanya karena masalah polusi laut maka manusia  menggeser sumber proteinnya apalagi sampai manusia merasa perlu  membuat pangan industri. Yang salah kan perilaku manusia yang menyampah, jadi logika yang benar adalah meluruskan perilaku tersebut bukan membiarkannya," ujarnya.

Beberapa hari terakhir, isu sampah plastik di laut menjadi sorotan. Seekor paus sperma yang terdampar di wilayah pantai perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, ditemukan tewas dengan sampah plastik seberat 5,9 kg.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement