REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru diterbitkan di British Journal of Sport's Medicine mencoba mencari tahu apakah terlalu banyak berolahraga berpotensi membahayakan kehamilan. Peneliti dari Universitas Iceland membandingkan tingkat komplikasi kelahiran 118 partisipan nonatlet dan 130 atlet yang aktif berolahraga saat hamil, mulai dari ballroom dancing and running, crossfit, senam, dan berenang.
Peneliti menemukan tingkat operasi caesar darurat dialami 5-11 persen di kedua kelompok. Bentuk panggul sama sekali tidak memengaruhi pertimbangan caesar.
Satu-satunya perbedaan signifikan adalah risiko robekan perineum pada kelompok wanita atlet (23 persen) lebih rendah dibanding nonatlet (5,1 persen). Kelompok yang berdampak rendah biasanya adalah perenang, pegolf, atlet angkat besi, penunggang kuda, dan penari.
Peneliti yang juga ginekologis dari Royal Australia dan Selandia Baru, Dr Philippa Costley menyimpulkan frekuensi dan jenis olahraga tidak terkait dengan komplikasi saat kehamilan. "Olah raga dan tetap bugar saat hamil umumnya bermanfaat untuk persalinan. Wanita yang sehat justru lebih efisien dan lebih cepat melahirkan," kata Costley, dilansir dari Essential Baby, Jumat (14/12).
Partisipan dengan tingkat caesar dan komplikasi tertinggi adalah wanita gemuk dan tidak sehat. Costley mengatakan ada banyak bukti di balik itu. Berdasarkan pengalamannya, Costley mengatakan wanita langsing saat hamil memiliki perineum lebih ketat, sehingga kadang membuat kepala bayi sulit melewati jalan lahir. Oleh sebab itu mereka perlu melakukan peregangan dengan cara berolah raga untuk melemaskan otot.
"Jika tidak bisa meregang, itu bisa mengakibatkan trauma dan meningkatkan risiko operasi caesar," kata Costley.