Jumat 14 Dec 2018 11:45 WIB

RS Ibnu Sina Jalani Survei Sertifikasi Rumah Sakit Syariah

Meski baru berdiri RS Ibnu Sina bergerak cepat untuk menjadi RS Syariah.

RS Ibnu Sina Aceh menjadi RS Syariah.
Foto: RS Ibnu Sina
RS Ibnu Sina Aceh menjadi RS Syariah.

REPUBLIKA.CO.ID, Rumah Sakit (RS) Ibnu Sina bergerak gesit. Meski usianya masih "belia", kini langkahnya mantap menjadi RS Syariah. Senin lalu (10/12), RS Ibnu Sina Aceh berhasil mendapat skor yang cukup tinggi, 81 persen pada survei sertifikasi RS Syariah. Kini, RS ini hanya perlu mengadakan beberapa perbaikan untuk resmi menjadi RS Syariah.

Dibandingkan dengan RS lain, RS Ibnu Sina Aceh memang bergerak lebih cepat. Berdiri pada 2012, namun sudah terakreditasi Paripurna oleh KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) pada 2017 lalu. Kini, di penghujung 2018 RS Ibnu Sina akan menjadi RS Syariah.

“Perlu diapresiasi atas kecepatan mereka,” tegas Dr. drg. Wahyu Sulistiadi, MARS selaku tim dari Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (Mukisi) yang bertugas menjadi surveyor.

Tak hanya datang dari Mukisi, apresiasi ini juga datang dari berbagai kalangan, salah satunya Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat yang menghadiri agenda ini dan mensupport RS Ibnu Sina. “Dinkes mengatakan kenapa tidak dari dulu RS di Aceh semarak bersertifikasi syariah,” ujar Dokter Wahyu.

Apresiasi dari berbagai pihak pun seolah terwakili dengan bunga papan ucapan selamat yang berjejeran rapi di sekitar RS Ibnu Sina. Salah satunya datang dari Kapolsek Indrapuri. Menurut Wahyu, hal ini sekaligus sebagai sarana mengajak masyarakat untuk bersama-sama disiplin menerapkan kehidupan yang sesuai syariat.

Dokter Wahyu tidak sendirian, ia bersama dengan Dr. Moch. Bukhori Muslim, Lc, MA dan Drs. H. Zafrullah Salim, SH, MH selaku tim surveyor dari DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia), anggota Divisi Sertifikasi Syariah Mukisi untuk melakukan telusur dokumen dan lapangan. “Kami menyusur di seluruh ruangan, rawat inap, IGD (Instalasi Gawat Darurat), kamar jenazah, dan sebagainya,” jelasnya.

Tim surveyor juga melakukan wawancara langsung dengan pasien RS Ibnu Sina. Dari wawancara tersebut ditemukan bahwa RS Ibnu Sina perlu menegakkan upaya peringatan dan imbauan kepada pasien tentang waktu shalat.

“Dari hasil telusur lapangan, ada pasien yang mengaku tidak Shalat Shubuh. Hal ini kami jadikan sebagai masukan agar RS Ibnu Sina lebih mengefektifkan imbauan shalat kepada pasien,” jelasnya.

Beberapa masukan lain dari tim surveyor adalah penyediaan dokter kandungan, diperbaikinya sistem perawatan jenazah, serta masukan agar dokter di RS Ibnu Sina juga harus berperan dalam memberi bimbingan spritiual pasien.

“Kami sarankan memperbaiki dan mengefektifkan layanan perawatan jenazah. Karena bagaimanapun, perawatan jenazah yang sesuai syar’i itu penting. Nanti dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) RS perlu ditambahkan,” katanya.

Mukisi juga telah membaca kepandaian manajemen di RS Ibnu Sina. Menurut tim, RS yang baru berdiri justru sangat potensial untuk dibentuk menjadi RS Syariah, sebab sistem yang baik bisa dibentuk di awal, belum banyak SDM yang perlu dibina serta belum terlampau crowded untuk diperbaiki.

“Dan RS Ibnu Sina telah melakukan ini dengan baik,” lanjutnya.

Mukisi yakin bahwa RS Ibnu Sina akan terus berkembang lebih baik. “Insyaa Allah prospek ke depan sangat bagus, apalagi laundry dan gizi sudah tersertifikasi halal,” tutup Dokter Wahyu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement