Senin 17 Dec 2018 17:01 WIB

Kanker Paru Bisa Dicegah dan Sembuh

Batuk yang tak kunjung sembuh bisa diwaspadai gejala kanker paru.

Rep: Santi Sopia/ Red: Indira Rezkisari
Faktor genetik menyebabkan orang Asia lebih rentan mengidap kanker paru.
Foto: Prayogi/Republika
Faktor genetik menyebabkan orang Asia lebih rentan mengidap kanker paru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker paru menjadi penyakit tersering di antara penyakit keganasan. Penderitanya terus meningkat seiring jumlah perokok yang juga bertambah. Namun penyakit ini tidak hanya menyerang para perokok,  melainkan siapa saja di antara kita.

Dr Sita L Andarini, phD, Sp.P(K), Ketua Prodi Pulmonologi FKUI RS Persahabatan menjelaskan penderita kanker paru semakin banyak, baik itu perokok atau bukan. Faktanya, 27 persen dari seluruh penyakit keganasan adalah kanker paru. Jumlahnya lebih besar dari kanker prostat dan payudara.

Baca Juga

"Kanker paru bersifat preventable (dapat dicegah) dan curable (dapat sembuh).  Maka deteksi dini pada kanker paru sangat penting dengan memerhatikan gejalanya," kata dia di Jakarta.

Gejala dan tanda yang sering terabaikan, seperti batuk, sesak napas yang sebelumnya tidak ada, nyeri dada, nyeri bahu/lengan, nyeri kepala, kelumpuhan sebelah badan, biasa diduga strok, kadang kelumpuhan lengan atau kedua tungkai, bengkak leher/lengan hingga keluhan menetap walaupun telah dilakukan pengobatan.

Data 2010 menunjukkan beberapa penyakit, seperti strok dan paru menjadi penyebab kematian utama di dunia. Di Indonesia, angka kematian mencapai 29 persen pada laki-laki dan pada perempuan 26 persen. Sedangkan di RS Persahabatan, hampir ditemukan 1.500 kasus kanker paru baru setiap tahunnya. Jika dihitung per hari, maka ada lima kasus baru ditemukan setiap harinya.

"Dan ini terus meningkat. Kalau dulu saya masih mahasiswa, kanker paru  itu sedikit. Kalau di Amerika, angka mortalitas yang lain turun, angka paru meningkat," ujar dr Sita.

Prevalensinya pada 2011, kanker paru menyerang laki-laki dewasa sebanyak 67 persen dan diprediksi 79 persen oleh WHO pada 2025.  Faktor risiko tertingginya adalah rokok. Indonesia mulai mengenal rokok sekitar tahun 1940-an dan kasus paru meningkat sejak tahun 1970-an.

Bahaya rokok karena adiktif, toksik dan karsinogenik. Bahan rokol dari nikotin yang lebih adiktif dari heroin. Ada 6.000 zat kimia, lebih dari 60 karsinogenik bersentuhan dengan saluran napas dan akan berhubungan dengan lambung maupun bagian prgan tubuh lainnya.

Kanker bisa tumbuh hebat, lari dari penginderaan sistem imun manusia. Padahal, respons imunitas menjaga manusia dari kepunahan. Dari sistem imun itu, melindungi tubuh dari bahaya.

Kanker paru tidak mengenal imunitas. Karena imunitasnya dibuat tidur oleh sel kanker. Penyakit ini mempunyai kemampuan invasi metastasis. Inilah yang menjadi target dari terapi kanker. Sel kanker lebih canggih karena kelewat batas, di dalam sel saling berbicara melalui sinyal atau berinteraksi.

Untuk melakukan diagnosis bisa melalui beberapa cara. Pertama, diagnostik histopathology untuk mendiagnosis jenis kanker. Kanker paru terbagi dua jenis, small cell dan non small cell atau karsinoma sel kecil dan karsinoma bukan sel kecil. Yang paling banyak diderita adalah adenocarcinoma sebanyak 85 persen dari karsinoma bukan sel kecil.

"Kita harus melihat dari sputum cytology. Kalau batuk darah misalnya, yang diingat jangan selalu TB, pikirkan juga paru, bisa karena tumor. Pemeriksaan fisik, diraba, oh kelenjar getah bening membesar langsung lakukan lymph node fnab, bronchoscopy, lung biopsy. Tapi kalau tidak terdiagnosis juga dari langkah tadi, bisa ambil cairan dan lakukan pemeriksaan cytology," ungkapnya.

Kedua, diagnosis staging atau stadium, bisa melalui CT Scan dan MRI. Lalu soal tata pelaksanannya disesuaikan, bisa melalui bedah (stadium dini), cemotherapy (sistemik, diinfuskan masuk ke darah ke seluruh tubuh), radiotherapy, targeted therapy dan immunotherapy.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement