Sabtu 15 Dec 2018 06:05 WIB

Bedak Bayi Johnson Dituding Mengandung Asbestos

Saham Johnson & Johnson turun lebih dari 10 persen setelah tuduhan.

Rep: Christiyaningsih/ Red: Gita Amanda
Bedak bayi Johnson & Johnson
Foto: BBC
Bedak bayi Johnson & Johnson

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Saham Johnson & Johnson turun lebih dari 10 persen pada Jumat (14/12). Penurunan terjadi setelah Reuters melaporkan raksasa farmasi itu menyimpan rahasia tentang kandungan asbestos di produk bedaknya selama beberapa dekade.

Laporan tersebut hadir karena perusahaan menghadapi ribuan tuntutan yang menyebut bedaknya menyebabkan kanker. Dikutip dari BBC, Reuters mengulas dokumen-dokumen yang menunjukkan perusahaan sudah mengetahui adanya jejak asbestos dalam produknya sejak 1971.

"Bedak bayi Johnson & Johnson aman dan bebas asbestos. Artikel Reuters hanya mengambil satu sisi, itu salah, dan menghasut. Sederhananya cerita Reuters adalah konspirasi teori absurd," kata pengacara Johnson & Johnson, Peter Bicks.

Peter mengungkapkan melalui email ke Reuters, bahwa konsesus saintifik menyebut bedak tubuh tidak menyebabkan kanker, tanpa mempedulikan bedak apapun itu.

Dokumen yang diperoleh Reuters mengungkap setidaknya dari tahun 1971 sampai awal 2000-an tes internal perusahaan menemukan sejumlah kecil asbestos dalam bedaknya. Mayoritas tes perusahaan yang menyatakan tidak menemukan asbestos, tidak pernah diperlihatkan hasil tesnya kepada regulator. Namun Peter mengatakan, hasil tes yang dikutip Reuters adalah sangat jauh menyimpang dari data yang ada.

Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhirup akan menyebabkan gangguan pada paru-paru.

Di pengadilan, perusahaan berargumen bahwa beberapa dokumen merujuk pada produk-produk bedak industri. Usai beredarnya kabar ini, investor langsung bereaksi sehingga saham Johnson & Johnson di Dow Jones terdepresiasi hingga 10 persen lebih.

Johnson & Johnson bukan kali ini saja terlibat kasus. Pada Juli lalu, perusahaan ini diminta membayar 4,7 miliar dolar AS karena dianggap menimbulkan dampak kesehatan pada 22 wanita. Puluhan wanita tersebut menyatakan produk bedak Johnson menimbulkan kanker ovarium.

Putusan ini menandai ganti rugi terbesar yang pernah dihadapi Johnson dalam kasus hukum. Perusahaan pun kini sedang mencoba melawan keputusan tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement