Jumat 11 Jan 2019 13:17 WIB

Evaluasi Penyintas Kanker Nasofaring 5 Tahun Pascapengobatan

Penjalaran kanker nasofaring bergantung stadium yang dideritanya.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Friska Yolanda
Kanker nasofaring
Foto: NP Screen
Kanker nasofaring

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendakwah Ustaz Arifin Ilham menjalani perawatan akibat kanker nasofaring stadium IVA dan kelenjar getah bening. Ustaz Arifin menerima perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta selama beberapa hari. Kemarin, Ustaz Arifin dilarikan ke RS Penang untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

Kanker adalah pertumbuhan sel tak normal dan bisa bermetastasis. Untuk kanker nasofaring, penjalaran paling sering ke kelenjar getah bening. Kanker nasofaring berbeda dengan sakit kelenjar getah bening.

“Keterlibatan kelenjar getah bening itu karena nasofarinya,” kata Anggota Tim Kerja Kanker Nasofaring di RS Dharmais, dr Asrul Harsal kepada Republika.co.id pada Kamis (10/1).

Penjalaran kanker nasofaring tergantung stadium yang dideritanya. Pemeriksaan kanker dimulai dengan biopsi untuk menentukan apakah pasien tersebut positif mengidap kanker atau tidak. Kemudian menentukan stadium penyakit untuk berbicara masalah pengobatan.

“Pengentasan kanker itu multi discipline team (MDT),” ujar dia.

Kanker nasofaring, biasanya pertama kali dikenali oleh dokter spesialis THT (telinga, hidung, tenggorokan). Penentuan stadium dari kanker yang diderita menggunakan imagine MRI, CT Scan untuk melihat penyebarannya, misalnya ke hati, tulang.

Kanker nasofaring dengan stasium IA hingga IIA cukup dengan pengobatan sinar radioterapi. Kemudian, jika stadium lebih tinggi, maka pengobatan kombinasi antara sinar radioterapi dan pemberian obat sistemis. Pengobatan sistemis terdiri dari kemoterapi dan pengobatan target.

Sementara untuk stadium IVC atau kanker yang bermetastasis, pengobatan sistemis paling diutamakan. Setelah diobati, dokter memeriksa lagi dalam waktu enam hingga delapan minggu ihwal apakah sel sudah bersih atau masih ada. Jika masih ada sisa di kelenjar, maka tindakan yang dilakukan operasi.

Apabila topiknya kambuh, maka pernah ada pernyataan dari dokter bahwa pasien tersebut dinyatakan bersih dari sel kanker setelah pengobatan. Artinya, sel kanker yang tidak terpindai atau imagine menggunakan MRI, CT Scan, PET sebesar 1 mm atau 2 mm, kembali berkembang.

“Belum ada alat yang bisa mendeteksi selnya bersih. Kanker itu tumbuhnya, dari satu jadi dua, dua jadi empat, empat jadi 16 dan seterusnya. Sehingga kalau orang dikatakan bersih, maka dia tetap dievaluasi secara lima tahun,” ujar dr Asrul.

Dokter penyakit dalam spesialis onkologi (kanker) di RS Pertamina dan RS Dharmais itu menegaskan pertumbuhan sel kanker setiap orang tidak sama karena kanker sangat spesifik. Dengan demikian, pengobatan sama, tidak pasti hasilnya sama.

Asrul menegaskan, pengobatan kanker itu ada dua macam, yakni utama dan suportif. Suportif itu seperti mengatasi rasa nyeri, tidak mau makan, mulut kering. Namun, pengobatan suportif bukan pengobatan tiang. Pengobatan tiang yakni sinar, sistemis, dan operasi.

“Pengobatan lain suportif penting sebagai pendukung pengobatan utama. Itu obat nasofaring. Namun yang paling berperan sinar radioaktif. Kalau datangnya, setelah stadium lanjut, maka penanganan berbeda,” tutur Asrul. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement