REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy mengatakan terlalu sering mengonsumsi makanan cepat saji dan makanan olahan merupakan faktor yang sangat memengaruhi kondisi kelebihan berat badan atau obesitas. Makanan cepat saji dan makanan olahan memiliki kadar gula, garam, dan lemak tinggi.
Doddy mengatakan pola konsumsi masyarakat terhadap makanan cepat saji dan olahan dengan kadar gula, garam dan lemak (GGL) tinggi merupakan tantangan dalam pengendalian obesitas. "Tantangan terberat yang kita hadapi adalah makanan olahan yang begitu masif, itu yang tidak bisa kita hadapi," kata Doddy di Jakarta, Rabu (16/1).
Menurut Doddy, saat ini di Indonesia masih lemah dalam hal acuan label pangan yang menginformasikan kandungan GGL tinggi tersebut. Seharusnya, kata Doddy, pola konsumsi masyarakat disesuaikan dengan angka kecukupan gizi dan pedoman gizi seimbang.
Masyarakat juga dianjurkan untuk membaca label kandungan gizi di setiap makanan olahan saat membelinya agar bisa memahami sebatas mana yang harus dikonsumsi. "PP-nya sedang diinisiasi oleh BPOM, kami minta BPOM untuk hati-hati dalam memberikan promosi terhadap makanan-makanan yang tidak bergizi baik, bukan tidak sehat tapi tidak bergizi baik," kata Doddy.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono sebelumnya mengatakan Kemenkes telah mengomunikasikan hal terkait pelabelan pada makanan dengan kadar GGL tinggi. Namun, pembahasan tersebut, yang berkaitan dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, belum membuahkan hasil dalam pelabelan tersebut.
Kemenkes memberikan usul untuk melabeli makanan dengan kadar GGL tinggi dengan logo merah agar masyarakat sendiri. Khususnya, penderita penyakit hipertensi dan diabetes, bisa menghindari makanan olahan tinggi gula garam dan lemak.
Doddy menegaskan kasus obesitas ini erat kaitannya dengan kasus penyakit tidak menular yang juga jumlahnya semakin meningkat di Indonesia dari tahun ke tahun.