REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus obesitas atau kegemukan pada anak dan dewasa terus meningkat sejak hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 hingga 2018. Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy di Jakarta, Rabu (16/1), mengatakan penurunan kasus obesitas hanya terjadi pada kategori balita dari 12,7 persen pada 2013 menjadi 8 persen pada 2018.
Sementara prevalensi obesitas (indeks massa tubuh di atas 27,0) usia di atas 18 tahun pada 2007 sebesar 10,5 persen, 14,8 persen pada 2013, dan 21,8 persen pada 2018. Angka tersebut lebih besar dibanding prevalensi berat badan lebih (indeks massa tubuh 25,0 sampai kurang dari 27,0) yang mencapai 8,6 persen pada 2007, 11,5 persen pada 2013, dan 13,6 persen pada 2018.
Sementara prevalensi obesitas sentral (lingkar perut perempuan lebih dari 80 cm dan laki-laki 90 cm) untuk usia di atas 15 tahun lebih besar, yakni 18,8 persen pada 2007, 26,6 persen di 2013, dan 31,0 persen pada 2018.
Baik obesitas dewasa maupun obesitas sentral pada anak, ketiga daerah paling tinggi tingkat obesitasnya ialah Sulawesi Utara, kedua tertinggi DKI Jakarta, dan ketiga tertinggi Kalimantan Timur. Kasus obesitas sentral yang diukur lewat lingkar perut paling tinggi di Sulawesi Utara dialami 42,5 persen penduduk, sementara obesitas dewasa paling tinggi 31 persen.
Doddy menjelaskan kasus obesitas pada anak dan dewasa bisa bermula dari kecukupan gizi pada awal kehidupan. Anak yang mendapatkan gizi yang cukup sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun cenderung lebih kuat dengan kondisi tubuh yang ideal saat tumbuh dewasa.
Menurut Doddy, hal yang sangat penting dilakukan agar beban obesitas dan kurang gizi tidak semakin meningkat ialah dengan memantau kecukupan gizi sejak awal kehidupan.