Senin 04 Feb 2019 15:05 WIB

LIPI Kembangkan Biomarker Kanker Payudara HER-2

Semakin dini kanker bisa dideteksi, semakin mudah pengobatannya.

Warga menuggu antrian untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dan kanker payudara dalam kegiatan pekan deteksi dini kanker di Puskesmas Kecamatan Senen, Jakarta, Selasa (11/10).
Foto: Republika/Prayogi
Warga menuggu antrian untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dan kanker payudara dalam kegiatan pekan deteksi dini kanker di Puskesmas Kecamatan Senen, Jakarta, Selasa (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengembangkan KIT Deteksi Biomarker Kanker Payudara Positif HER-2 untuk mendeteksi dini penyakit kanker. Biomarker diharap apat menjadi masukan untuk penentuan jenis terapi atau pengobatannya.

"Deteksi ini untuk mendapatkan langkah selanjutnya ke arah penentuan pasien untuk terapi tertarget dengan trastuzumab," kata peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Desriani dalam konferensi pers "Pemanfaatan Teknologi dan Potensi Sumber Daya Hayati untuk Pencegahan Kanker" di Jakarta, Senin (4/2).

Baca Juga

Pada kanker payudara, ada tiga gen yang menjadi penyebab munculnya kanker. Yaitu estrogen receptor, progresteron receptor dan human epidermal growth factor receptor 2 (HER2).

Desriani menuturkan sebesar 20 persen dari jumlah penderita kanker payudara atau satu dari lima penderita disebabkan oleh HER2 positif. "KIT ini nanti digunakan untuk mendeteksi apakah pasien itu merupakan pasien kategori HER2, sehingga nanti akan menentukan terapi yang akan didapatkan oleh pasien tersebut," tuturnya.

Angka kejadian kanker untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100 ribu penduduk. Diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100 ribu penduduk.

Desriani menuturkan, KIT tersebut telah berhasil divalidasi dengan metode Chromogenic In Situ Hybridization (CISH) dengan tingkat kesesuaian yang tinggi, yakni 86 persen untuk mendeteksi status HER2 pada pasien kanker. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kesesuaian pemeriksaan imunohistokimia (IHK) dengan Fluorescence in Situ Hybridization (FISH) yang hanya berkisar 12-36 persen.

KIT tersebut menentukan status HER2 yakni positif atau negatif pada pasien kanker payudara berbasis pada reaksi qPCR. Untuk mendeteksi status HER2, berdasarkan hasil penelitian LIPI jika menggunakan KIT tersebut dan qPCR maka biaya pemeriksaan status HER2 sebesar Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Sementara dengan metode FISH yang yang menghasilkan diagnosis baku emas maka biayanya sebesar Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta, dan biaya pemeriksaan yang harus dikeluarkan dengan metode IHK sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu.

Dengan demikian, pemeriksaan status HER2 dengan penggunaan KIT tersebut akan lebih murah bagi pasien. Dia menuturkan semakin dini status HER2 dideteksi, maka semakin tinggi peluang kesembuhan penderita kanker jika segera dilakukan terapi pengobatan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement