Rabu 06 Feb 2019 13:15 WIB

Studi: Depresi Terkait dengan Bakteri Pencernaan

Bakteri usus menghasilkan bahan kimia yang secara signifikan berdampak pada otak.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Ani Nursalikah
Depresi. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Depresi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru menemukan bakteri dalam usus dapat mempengaruhi kesehatan mental kita dan dapat dikaitkan dengan depresi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sekitar 300 juta orang menderita depresi, dan ada hubungan antara kesehatan fisik dan mental pasien.

Para ilmuwan di Belgia sekarang percaya sejumlah besar bakteri usus dapat menghasilkan bahan kimia yang secara signifikan berdampak pada otak, termasuk beberapa mikroorganisme yang terkait positif atau negatif, dengan kesehatan mental.

Baca Juga

Eksperimen, yang dikenal sebagai Flemish Gut Flora Project, memeriksa data depresi dan sampel tinja dari lebih dari 1.000 orang. Peneliti menemukan dua jenis bakteri habis secara konsisten pada mereka yang menderita depresi. Ini berlaku bahkan jika pasien menggunakan anti-depresi.

Pemahaman para ilmuwan tentang bagaimana usus dan otak dihubungkan pada tahap awal. Para peneliti mengakui temuan mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Microbiology, dapat dianggap kontroversial.

"Gagasan metabolit mikroba dapat berinteraksi dengan otak kita - dan dengan demikian perilaku dan perasaan - sangat menarik," kata ketua peneliti Jeroen Raes, dari departemen Mikrobiologi dan Imunologi di KU Leuven University seperti dilansir di laman Malay Mail, Rabu (6/2).

Hingga saat ini, sebagian besar studi dilakukan pada tikus atau studi manusia skala kecil, dengan hasil yang beragam dan bertentangan. Tim mengulangi penelitian pada 1.063 orang dari Belanda dan kelompok ketiga pasien yang mengalami depresi klinis di Belgia, dan mendapatkan hasil yang sama.

Raes menekankan sementara percobaan menunjukkan hubungan yang jelas antara tingkat bakteri tertentu dalam usus dan kesejahteraan mental seseorang, itu tidak berarti bahwa satu hal secara langsung menyebabkan yang lain. Dua kelompok mikroba, coprococcus dan dialister, diketahui memiliki sifat anti-inflamasi.

“Kita juga tahu peradangan saraf penting dalam depresi. Jadi, hipotesis kami adalah entah bagaimana keduanya terkait,” kata Raes.

Depresi adalah suatu kondisi yang dapat disembuhkan tetapi melemahkan. Depresi mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku dan merasakan, kadang-kadang disebut sebagai "epidemi bisu". Depresi merupakan pendorong utama dari sekitar 800 ribu kasus bunuh diri yang terjadi setiap tahun di seluruh dunia.

Anti-depresi sekarang adalah obat yang diresepkan paling umum di banyak negara dan Raes mengatakan penelitian timnya dapat membuka jalan bagi perawatan baru yang lebih cerdas untuk penyakit tersebut.

"Saya benar-benar berpikir ada masa depan dalam hal ini, menggunakan koktail bakteri yang berasal dari manusia sebagai pengobatan, bug (serangga) sebagai obat, seperti yang mereka katakan," katanya.

Tim di belakang penelitian mempelajari genom lebih dari 500 jenis bakteri usus dan menganalisis kemampuan mereka untuk menghasilkan serangkaian senyawa neuroaktif - bahan kimia yang terbukti memengaruhi fungsi otak. Mereka menemukan beberapa yang dapat menghasilkan senyawa yang terkait dengan berbagai proses mental.

Raes mengatakan kemajuan teknologi dan medis baru-baru ini telah memungkinkan para peneliti lebih memperhatikan usus ketika melihat kemungkinan penyebab masalah kesehatan mental. "Lapangan pertama-tama mencari penyakit yang jelas - obesitas, diabetes, kanker usus besar, sindrom iritasi usus," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement