REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Remaja putri yang menjadi pendonor darah lebih rentan mengalami kekurangan zat besi dibandingkan dengan donor yang lebih tua dan yang bukan donor. Hal ini terungkap lewat temuan sebuah penelitian baru oleh Fakultas Kedokteran Universitas John Hopkins di Baltimore, Maryland.
Ini berarti mereka mungkin berisiko lebih tinggi pingsan dan merasa tidak enak badan setelah mendonorkan darah. Akan tetapi para peneliti menekankan hasil riset tersebut seharusnya tidak menghalangi orang untuk menjadi pendonor. Untuk mengatasinya, peneliti mendorong remaja putri untuk mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan seperti konsumsi suplemen zat besi.
Studi juga menunjukkan defisiensi zat besi dapat memiliki efek buruk pada perkembangan otak pada wanita. Menurut data Palang Merah Amerika Serikat (AS), di negara itu diperkirakan 6,8 juta orang menyumbangkan darah setiap tahun. Sebagian besar dari pendonor darah adalah remaja.
Untuk studi ini, para peneliti mengamati 9.647 peserta perempuan berusia antara 16 dan 49 tahun. Semuanya memberikan sampel darah dan riwayat sumbangan darah mereka. Dari kelompok ini, 2.419 di antaranya adalah remaja.
Para ilmuwan menjelaskan donor darah yang biasanya menyedot 200-250 miligram zat besi dari pendonor dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan wanita muda. Khususnya karena remaja memiliki volume darah yang lebih rendah, tetapi kadar zat besi yang lebih tinggi. Artinya ketika diambil darahnya mereka kehilangan lebih banyak zat besi untuk volume darah yang sama daripada orang dewasa yang lebih tua.
Menurut National Health System (NHS), gejala anemia defisiensi besi seperti yang disebut termasuk kelelahan, sesak napas, kulit pucat, dan jantung berdebar. Keluhan itu biasanya dapat diobati dengan menelan tablet zat besi atau dengan makan makanan kaya zat besi. Makanan yang kaya akan zat besi antara lain lentil, kacang-kacangan, dan sayuran hijau.
Ada beberapa peraturan yang berlaku di AS untuk melindungi donor darah dari kekurangan zat besi. Pendonor dihadapkan pada persyaratan berat minimum dan interval jeda delapan pekan antar donor. Akan tetapi penulis studi mengatakan perlu lebih banyak kebijakan untuk mendukung kesehatan para wanita muda.
Di Inggris usia minimum untuk menyumbang adalah 17 dan ada periode jeda minimum 16 pekan antar donor. NHS Blood and Transplant, lembaga pemerintah yang mengelola donor darah di Inggris, juga melakukan pemeriksaan pra-donor. Pemeriksaan bertujuan memastikan pendonor tidak memiliki kekurangan zat besi sebelum menyumbangkan darahnya.
Profesor Dave Roberts dari NHS Blood and Transplant menjelaskan temuan penelitian ini tidak dapat secara langsung diterapkan pada donor di Inggris. “Penelitian ini didasarkan pada donor AS yang dapat memberikan darah setiap delapan pekan. Di Inggris periode minimum antara sumbangan adalah 12 pekan untuk pria dan 16 pekan untuk wanita. Ini karena wanita memiliki kadar zat besi yang lebih rendah dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membangunnya kembali," katanya kepada Independent.
“Kami tahu pendonor yang lebih muda lebih berisiko kekurangan zat besi dibandingkan kelompok lain. Tidak seperti AS, kami tidak mengizinkan anak berusia 16 tahun untuk memberikan darahnya. Donor di Inggris harus memiliki berat minimum dan donor wanita di bawah 20 tahun harus menjalani pemeriksaan volume darah," imbuh Roberts.