REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dan negara-negara lain di dunia menargetkan eliminasi tuberkulosis (TB) pada 2030 mendatang. Upaya pencegahan TB bisa dimulai dari diri sendiri.
"Selamatkan Indonesia dari TB dimulai dari diri sendiri, mudah-mudahan jadi kekuatan kita bersama untuk eliminasi TB di 2030," ungkap Authorized Signatory PR TBC-HIV Aisyiyah Dr Rohimi Zamzam Psi SH MPd Psikolog dalam peringatan Hari TB Sedunia bersama PR TBC-HIV Aisyiyah di Perguruan Muhammadiah Tebet Timur, Ahad (24/3).
Rohimi mengatakan salah satu faktor yang mendorong meningkatnya risiko TB adalah perilaku hidup tidak sehat. Merokok, lanjut Rohimi, menjadi salah satu contoh perilaku hidup tidak sehat yang berkaitan dengan risiko TB.
Yang cukup memprihatinkan, kebiasaan merokok masih diadopsi oleh cukup banyak orang di Indonesia. Rohimi mengatakan hanya ada sekitar 44,4 persen keluarga yang bebas dari kebiasaan merokok. Artinya, lebih dari setengah keluarga di Indonesia masih terpapar kebiasaan merokok.
"Salah satu indikator yang menjadi catatan adalah perokok," terang Rohimi.
Senada dengan Rohimi, Kasubdit TB Kementerian Kesehatan RI dr Imran Pambudi MPHM mengatakan rokok dapat mempengaruhi risiko seseorang terhadap TB. Rokok memang tidak secara langsung menyebabkan terjadinya TB. Akan tetapi, kebiasaan merokok atau paparan asap rokok dapat membuat orang lebih mudah terkena TB.
"Hal ini memudahkan bakteri-bakteri jadi masuk ke tubuh kita," jelas Imran.
Imran mengingatkan bahwa secara statistik, TB masih menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia untuk penyakit infeksi. Diperkirakan setiap jam ada 13 orang yang menginggal akibat TBC di Indonesia.
Selain itu, secara statistik, 75 persen kasus TB juga menyerang usia produktif yaitu 15-45 tahun. Hal ini membuat orang-orang yang terkena TB cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dibandingkan orang yang tidka terkena TB.
"Dalam rangka kita melakukan eliminasi TB, yang penting selain mengobati adalah mencegah," terang Imran.