REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suicidolog (pemerhati bunuh diri) Benny Prawira Siauw mengatakan riset tentang keterkaitan antara kopi pahit dan psikopat harus disikapi secara hati-hati. Menurutnya, hal itu rentan memicu swadiagnosis.
"Perlu kehati-hatian dalam melaporkan tanda-tanda psikopat kepada masyarakat," kata Benny kepada Republika, Jumat (29/3). Ia menjelaskan setelah membaca artikel seperti itu, seseorang cenderung akan mencari tahu apakah ia termasuk karakter psikopat yang dimaksudkan atau tidak. Swadiagnosis semacam itu bisa diarahkan kepada diri sendiri atau orang lain. Hal itu perlu dihindari agar tidak memicu respons yang salah.
"Wah kamu suka kopi pahit ya? Jangan-jangan kamu psikopat? Atau bisa juga misalnya kok minum jamu pahit banget, kamu biasa aja sih? Jangan-jangan psikopat ya?" kata Benny menyontohkan.
Pendiri sekaligus Koordinator Into the Light Indonesia ini menuturkan riset tentang indikasi psikopat tersebut bisa dimaknai sebagai upaya pencegahan. Akan tetapi, perlu ditegaskan diagnosis hanya bisa dilakukan oleh profesional. "Harus dijelaskan bahwa untuk diagnosis hanya bisa dilakukan dengan serangkaian sesi tatap muka bersama profesional," kata Benny.
Dia berpesan jika seseorang mengalami ketidaknyamanan dengan kondisi kejiwaannya, pencarian informasi melalui internet merupakan hal yang baik. "Setelah itu perlu dilengkapi dengan upaya datang ke psikolog atau psikiater agar tidak salah diagnosis," ujarnya.
Menurut suicidolog lulusan Magister Psikologi Sosial Kesehatan Unika Atma Jaya itu, sebuah hasil riset tidak serta merta merupakan dasar ilmiah yang kuat sehingga masyarakat secara bebas mengambil kesimpulan. "Perlu mengkaji lebih jauh soal metode risetnya. Termasuk juga sebaran kuesioner juga harus dikaitkan dengan riset yang lebih spesifik, khususnya kepada kelompok orang yang memiliki kecenderungan psikopat," pungkas Benny.