Senin 06 May 2019 08:13 WIB

Pemerintah Diminta tak Sepelekan Penyakit Atrial Fibrilliati

Atrial Fibrilliation berkontribusi 40 persen sebagai penyebab strok.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Indira Rezkisari
Atrial Fibrillation ditandai dengan detak jantung yang tidak teratur.
Foto: Max Pixel
Atrial Fibrillation ditandai dengan detak jantung yang tidak teratur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Prevalensi penyakit Fibrilasi Atrium atau Atrial Fibrilliation (AF) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2019, berdasar pada data dari Indonesia Heart Rhythm Society (InaHRS) diprediksi ada sekitar 2,2 juta orang Indonesia mengalami AF.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Yoga Yuniadi mengungkap bahwa AF adalah penyakit yang bersifat epidemi global. AF menyumbang hingga 40 persen sebagai penyebab strok, terutama pada pasien yang berusia lebih muda. Untuk itu dia menilai perlu ada perhatian yang lebih besar dari pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan.

Baca Juga

“Sejauh ini upaya sosialisasi, pencegahan dan tatalaksana AF masih bertumpu pada organisasi profesi (InaHRS dan PERKI). Jadi saya berharap ada perhatian lebih dari Kemkes,” kata dr Yoga kepada Republika, Senin (6/5).

Sementara itu, Nadia Yu sebagai Vice President, Cardiovascular & Specialty Solutions Johnson & Johnson Medical Devices Asia Pacific menjelaskan, pada umumnya Atrial Fibrillation ditandai dengan detak jantung yang tidak teratur dan seringkali berdetak cepat yang mengakibatkan kontraksi tidak terkoordinasi pada dua kamar bagian atas dari jantung (atria).

“Pasien dengan AF sering mengalami gejala yang dapat merusak status fungsional, mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan berdampak terhadap kualitas kehidupan,” ungkap Yu.

Namun, menurut dia, pasien yang tidak mengalami gejala-gejala AF memiliki risiko yang lebih besar terhadap komplikasi dan keparahan penyakit karena tidak melakukan pemeriksaan EKG secara teratur. Penyakit AF pada umumnya menimpa 1 dari 4 orang dewasa yang berusia 40 tahun ke atas bahkan hampir 8 dari 10 orang dewasa yang memiliki atau terdiagnosa AF berusia 65 tahun atau lebih.

“Di bandingkan dengan perempuan, pria 13 persen lebih berisiko memiliki AF di sepanjang hidupnya,” kata Yu.

Menurut Yu, kafein, nikotin dan stimulan lainnya dari gaya hidup seseorang dapat berkontribusi dalam memicu AF. Tetapi penyebab utama AF membutuhkan karakterisasi yang lebih baik dengan mempertimbangkan komorbiditas kunci seperti usia, riwayat strok, obesitas, dan lain-lain.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement