REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyanyi Selena Gomez merupakan salah satu penderita penyakit lupus, yaitu penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuhnya justru menyerang dirinya sendiri. Menurut Dokter spesialis penyakit dalam OMNI Hospitals Pulomas, dr.Suzy Maria, Sp.PD tidak mudah mendiagnosis penyakit lupus bahkan sering kali terlambat karena gejala yang sering tidak khas di awal perjalanan penyakit.
"Gejala penyakit lupus pada setiap penderita berbeda-beda, tergantung dari organ apa yang terserang," ujarnya dalam siaran pers, Senin (13/5).
Data yang dilansir oleh Kemenkes pada tahun 2017 pun menyebutkan bahwa jumlah penderita penyakit lupus di Indonesia diperkirakan mencapai 1,5 juta orang dan dari 1,5 juta orang Indonesia yang terkena lupus hanya sekitar 1 persen yang menyadari dirinya menderita penyakit tersebut.
"Interaksi yang kompleks antara genetik dengan lingkungan dapat menjadi pemicu terjadinya lupus. Faktor lingkungan seperti stres dan sinar matahari dapat menjadi pencetus munculnya penyakit lupus pada orang yang memiliki kerentanan genetik. Stres dapat menyebabkan perubahan pada sistem saraf dan hormonal yang memengaruhi sistem imun. Paparan sinar matahari yang berlebihan pada siang hari dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan yang dapat menimbulkan respons autoimunitas," ujar dokter Suzy.
Setelah gejala awal yang telah disebutkan di atas, ada beberapa tanda fisik yang khas, seperti rambut menipis hingga botak, bercak merah pada kulit wajah di daerah pipi (ruam menyerupai kupu-kupu), sariawan berulang. Tanda lebih lanjut yang muncul bila sudah terjadi gangguan lanjutan, seperti bengkak pada seluruh tubuh akibat kadar albumin dalam darah di bawah normal (hipoalbuminemia) karena gangguan ginjal, lemah, dan pucat karena anemia, lebam kulit, mimisan, gusi berdarah akibat trombosit rendah bahkan penurunan kesadaran atau kejang karena ada keterlibatan sistem saraf.
Penyakit lupus ada yang ringan, sedang, dan berat. Dokter Suzy menyarankan agar pada tahap ringan pun, bila sudah terserang lupus harus mendapatkan perawatan medis untuk mengontrol respons autoimunitas dan mengurangi kerusakan organ lebih lanjut.
"Dokter akan memberikan obat anti radang dan obat lainnya untuk mengontrol respons autoimunitas. Jenis obat yang diberikan bergantung pada organ apa yang terlibat pada lupus dan seberapa berat gangguan yang ditimbulkannya," tambahnya.
Adapun lupus disebut ringan bila stabil secara klinis. Pada tahapan ini tidak mengancam nyawa dan tidak menyebabkan kerusakan bermakna. Pada lupus sedang, baru menimbulkan penyakit yang lebih serius dan cedera ringan. Sementara, jika terkena lupus tahap berat bisa mengancam nyawa. Akan tetapi, lupus yang berat dapat saja mengalami remisi atau sebaliknya lupus yang awalnya ringan sempat mengalami remisi dapat mengalami flare (gejala yang secara tiba-tiba menjadi derajat berat) atau menjadi lupus berat.
Lupus Pada Perempuan
“Hormon seksual pada perempuan dapat memodulasi sistem imun itulah sebabnya dapat terjadi penyakit autoimun, terutama pada perempuan dengan kerentanan genetik. Pada perempuan dengan penyakit lupus dalam keadaan hamil, dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan ibu dan janin," ujarnya.
Ia menyarankan agar pasien penyakit lupus mengomunikasikan pada dokter jika berencana menikah dan punya anak karena penyakit ini juga menjadi penyebab meningkatnya kematian janin dalam rahim.
“Umumnya kurun waktu sekitar 6 bulan setelah remisi (keadaan penyakit terkontrol) adalah waktu yang aman untuk merencakan kehamilan, sedangkan jika lupus sudah menyerang ginjal sebaiknya menunda kehamilan sampai 12 bulan setelah remisi. Tentu dokter akan menyesuaikan obat yang diberikan pada pasien lupus sebelum ia hamil, yaitu obat yang aman dikonsumsi saat kehamilan," tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa dokter akan menambahkan obat lain untuk melindungi ibu dan janin selama kehamilan bila ada penyulit atau penyakit penyerta.