Selasa 14 May 2019 22:04 WIB

Rokok Elektrik tak Lebih Aman Dibandingkan Rokok Tembakau

Persepsi rokok elektrik sebagai salah sayu upaya untuk berhenti merokok adalah salah.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Dwi Murdaningsih
Rokok elektrik (ilustrasi).
Foto: Foto : Mardiah
Rokok elektrik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menyebut rokok elektrik atau elektronik tidak lebih aman dari rokok tembakau. Sebab uap rokok elektrik mengandung bahan karsinogenik yang tidak ada di rokok tembakau hingga menyebabkan meningkatkan risiko penyakit mematikan kanker.

Menurut Vinka Imelda dari YKI, bahaya rokok bukan hanya terletak pada tembakau melainkan juga zat-zat lain. Penelitian menunjukkan uap rokok elektrik selain mengandung nikotin juga bahan karsinogen penyebab kanker lain.

Baca Juga

"Seperti propylene glycol, gliserol, nitrosamin dan bahan toksik lain seperti logam, silikat, nanopartikel, dan particulate matter yang merangsang iritasi dan peradangan. Jadi rokok elektrik tidak lebih aman dari rokok tembakau," katanya saat di konferensi pers bertema 'Rokok Elektrik: Ancaman atau Solusi?', di Jakarta, Selasa (14/5).

Selain mengandung nikotin yang menyebabkan ketagihan, uap rokok elektrik juga mengandung bahan karsinogen lain yang justru tidak ada pada rokok tembakau. Belum lagi, dia menambahkan, adanya senyawa perasa makanan seperri vanilin dan cinnamaldehyde yang dapat merusak sel-sel organ-organ tubuh termasuk paru-paru.

Tak hanya itu, ia menyebut rokok elektrik juga mengandung senyawa formaldehyde yang cukup tinggi yang biasanya ada di formalin. Selanjutnya, ia menyebut gliserin juga ada dalam rokok ini dan bila dikonsumsi sampai 20 pekan bisa dan bisa menimbulkan sedikit peningkatan pembentukan tumor paru,.

Mengutip studi yang dikerjakan peneliti Amerika Serikat bahwa cairan kimia rokok elektrik bisa merusak DNA sel sehingga tumbuh abnormal dan berkembang menjadi sel kanker.

"Jadi persepsi penggunaan rokok elektrik sebagai salah sayu upaya untuk berhenti merokok adalah persepsi salah karena berdasarkan penelitian luar negeri dapat disimpulkan rokok elektrik berpotensi menimbulkan adiksi, meningkatkan risiko kanker, dan risiko kesehatan lainnya pada pengguna maupun orang lain yang terpapar uapnya (perokok pasif)," katanya.

Namun ia menyebut penelitian di Indonesia tentang risiko kanker dengan asap rokok elektrik belum dapat membuktikan hubungan sebab akibatnya. Sebab, kanker membutuhkan waktu lama untuk dapat terdeteksi yang biasanya lebih dari 10 tahun. Sedangkan penggunaan rokok elektrik di Tanah Air secara luas belum selama 10 tahun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement