REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak artikel yang membahas bagaimana caranya agar seseorang bisa menghentikan kebiasaan merokok. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto efektif tidaknya terapi berhenti merokok sebenarnya tergantung dari motivasi diri sendiri.
“Data dari RSUP Persahabatan menunjukkan orang-orang yang memiliki motivasi rendah dalam berhenti merokok, tingkat keberhasilannya hanya sekitar 30 persen,” ungkapnya.
Namun menurut Agus jika motivasi untuk berhenti merokok tinggi maka tingkat keberhasilannya pun mencapai 70 persen. Karena itu, jika ingin berhenti merokok akan lebih efektif jika sudah memiliki motivasi atau keyakinan yang kuat.
Walau beberapa orang bisa langsung berhenti merokok, sebagian lainnya mungkin harus menerapkan metode-metode tertentu untuk berhenti merokok. “Berhenti merokok bisa juga dilakukan secara bertahap. Misalnya, jika ingin berhenti merokok dalam sepekan, bisa dikurangi jumlah rokoknya per hari hingga tidak merokok lagi,” jelas Feni Fitriani Taufik selaku Ketua Pokja Masalah Rokok PDPI.
Selain dengan mengurangi jumlah rokok yang dihisap, berhenti merokok juga bisa dilakukan dengan menunda jam merokok. Jika terbiasa merokok pada pukul 07.00, bisa ditunda menjadi pukul 09.00. Pada hari berikutnya, ditunda lagi. Jadi lama-kelamaan perokok akan menghentikan kebiasaannya.
Lalu, mengapa ada orang yang bisa mengalami gejala putus nikotin (withdrawal) seperti stres, cemas, atau gejala lainnya? Menurut Agus, hal ini tergantung pada seberapa kuat adiksi seseorang terhadap rokok.
“Tidak semua orang sama. Misalnya pada social smoker (mereka yang merokok saat berada di lingkungan sosial), gejala putus nikotin mungkin ringan tetapi tidak dirasakan atau disadari,” jelas Agus.
Berbeda dengan social smoker, perokok dengan tingkat adiksi yang kuat bisa saja mengalami withdrawal yang cukup berat. Gejala-gejalanya antara lain stres, mudah marah, hingga depresi.
Jika sudah mencoba berhenti merokok tanpa bantuan siapapun tetapi mengalami gejala withdrawal yang cukup berat, jangan ragu untuk berkonsultasi ke dokter. “Kalau timbul gejala putus nikotin bisa meminta bantuan dari dokter,” terang Feni.