Selasa 04 Jun 2019 18:38 WIB

Tips Lewati Lebaran Tanpa Gemuk ala Ahli Farmasi ITB

Guru besar farmasi ITB bagaikan tips agar bisa melewati Lebaran tanpa gemuk

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Christiyaningsih
Makanan Bikin Gemuk (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Makanan Bikin Gemuk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Setelah sebulan berpuasa, masyarakat menyambut Lebaran dengan penuh suka cita. Beragam jenis makanan yang menggugah selera dihidangkan dan siap disantap. I Ketut Adnyana selaku guru besar pada Kelompok Keahlian Farmakologi-Farmasi Klinik Sekolah Farmasi ITB membagikan tips melewati Lebaran tanpa gemuk.

Menurutnya di hari raya Idul Fitri keinginan makan makanan menjadi lebih besar. Karenanya Ketut memberikan beberapa tips untuk menjaga pola makanan saat Lebaran. Ia menjelaskan ada dua hal yang dirasa penting untuk dijaga yakni bahan makanan dan cara memasaknya.

Baca Juga

Bahan makanan yang disarankan adalah bahan makanan berserat seperti sayur dan buah. Kedua makanan berserat tersebut bisa membantu mengenyangkan juga mudah diolah oleh tubuh.

"Cara masak, termasuk sajiannya juga penting. Kembali lagi psikologis itu penting. Jadi kita harus bisa membuat makanan sehat terlihat enak," kata dosen ITB kelahiran Bali ini lewat keterangan resminya.

Soal gizi tubuh, tiap orang harusnya bisa mengenal dirinya sendiri sehingga tidak perlu ada konsumsi obat-obatan khusus. "Ini bergantung usia dan aktivitas juga, tua atau muda, baik sibuk atau tidak, itu pasti beda-beda kebutuhan gizinya," ucapnya.

Jika memang diperlukan vitamin khusus, tubuh pasti akan memberi tanda. Setelah itu baru kita bisa memilih obat spesifik sesuai kebutuhan. Di luar hal-hal tambahan, Ketut mengatakan tiap manusia perlu gizi dasar seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral lainnya. Namun itu semua sudah bisa didapatkan dari makanan sehari-hari.

Ia menambahkan sebulan berpuasa akan memberi banyak manfaat. Puasa dapat memperbaiki pola metabolisme tubuh. Proses pengolahan makanan menjadi energi di dalam tubuh akan menjadi cepat Sehingga energi tubuh bisa dialokasikan untuk kegiatan lainnya selain mengolah makanan.

Namun, perubahan metabolisme juga bisa menjadi malapateka jika tidak dimanfaatkan dengan benar. "Metabolisme yang efisien membuat kita merasa bahwa kita terus ‘sanggup’ untuk makan. efeknya kita jadi makan terus walau sadar sebenarnya tidak sedang mengalami lapar," tuturnya

Karena hal di atas, orang yang menjalankan puasa ataupun pola diet lainnya malah bisa menjadi lebih berat bobotnya ketika kembali ke pola makan normal. "Kan kalau puasa di bulan Ramadhan, selesainya langsung disuguhi makanan-makanan saat Lebaran. Jadi orang bisa kalap dan akhirnya makan-makanan yang berlebihan secara tidak sadar. Ini yang biasa disebut dengan fenomena diet yoyo," jelas Ketut.

Pada dasarnya lapar manusia bisa dibagi dua yaitu ada lapar fisiologis dan lapar psikologis. Lapar fisiologis berasal dari tubuh sementara lapar psikologis adalah keinginan tanpa mempedulikan rasa lapar.

Karena itu sebenarnya puasa sangat ampuh untuk belajar menghilangkan lapar psikologis. "Kalau yang lapar fisiologis kita tak perlu takut, tubuh kita sudah otomatis mengaturnya. Soal adaptasi tubuh dari tidak puasa menjadi puasa paling hanya butuh tiga sampai empat hari," tambah pria yang menyelesaikan gelar doktornya di Jepang itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement