REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beragam studi menunjukkan adanya keterkaitan antara minuman bergula dengan peningkatan risiko penyakit. Penyakit yang bisa muncul akibat konsumsi minuman manis mulai dari gigi keropos, obesitas, hingga diabetes dan penyakit jantung.
Sebuah studi global telah dilakukan untuk mencari tahu metode apa yang paling baik untuk menurunkan konsumsi minuman bergula. Studi global ini menganalisis 58 studi yang berkaitan dengan minuman bergula. Ada lebih dari satu juta partisipan dari berbagai usia dan negara yang terlibat dalam studi ini.
Ada beberapa strategi yang dianalisis dalam studi. Salah satunya adalah peningkatan harga jual minuman bergula. Menaikkan harga terbukti dapat menurunkan penjualan minuman bergula di supermarket dan restoran.
Setelah menganalisis beragam data, studi global ini menemukan setidaknya ada delapan strategi yang efektif menurunkan konsumsi minuman bergula. Salah satu strateginya adalah ketersediaan label gizi yang mudah dimengerti sekaligus label yang memberi nilai tingkat kesehatan dari suatu minuman.
Strategi kedua adalah membatasi ketersediaan minuman bergula di lingkup sekolah. Sedangkan strategi ketiga adalah meningkatkan harga minuman bergula di restoran, toko, dan pusat-pusat rekreasi.
Strategi keempat adalah memasukkan minuman yang lebih sehat pada menu anak-anak di jejaring restoran sebagai pengganti minuman bergula. Promosi dan penempatan minuman sehat yang lebih baik di supermarket juga dapat menjadi langkah efektif untuk menurunkan konsumsi minuman bergula.
Strategi keenam yakni menyediakan subsidi makanan pemerintah dalam bentuk voucer atau stempel yang tak bisa ditukarkan untuk membeli minuman bergula. Kampanye komunitas yang berfokus pada dukungan untuk minuman sehat juga dapat menjadi strategi yang baik.
Strategi kedelapan adalah keberadaan aturan yang dapat meningkatkan ketersediaan minuman rendah kalori di rumah. Misalnya melalui layanan pengiriman air minum botol dan minuman diet.
"Berdasarkan temuan studi, kami menyarankan agar langkah-langkah ini dapat digunakan dengan lebih luas," ungkap tim peneliti seperti dilansir Stuff.
Kepala Pemasaran University of Auckland, Bodo Lang, menilai temuan ini sangat bermanfaat karena didasarkan kepada beberapa studi sekaligus. Karena itu, hasil dari temuan studi global ini tidak bias dan terhindar dari limitasi.
Lang mengatakan angka obesitas dan penyakit terkait obesitas di dunia mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan. Kondisi ini menyebabkan banyak dampak negatif seperti anggaran biaya kesehatan yang membengkak hingga penurunan kualitas hidup.
"Minuman bergula tampak ikut berkontribusi terhadap krisis kesehatan ini," tutur Lang.
Dia mengatakan studi ini memberi gambaran strategi apa yang terbukti secara ilmiah efektif menurunkan konsumsi minuman bergula. Temuan ini dapat menjadi acuan bagi organisasi hingga pemerintah untuk membuat kebijakan yang dapat mengintervensi konsumsi minuman bergula di tengah masyarakat.
"Kebutuhan untuk menurunkan konsumsi minuman bergula saat ini jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya," lanjut Lang.