Selasa 30 Jul 2019 17:28 WIB

Mencegah Anak Alami Keadaan Darurat Medis dalam Penerbangan

Ketersediaan obat yang menyelamatkan jiwa anak tak selalu tersedia di pesawat.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Bayi menangis di pesawat.
Foto: Shutterstock
Bayi menangis di pesawat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Annals of Emergency Medicine mengungkapkan bahwa 15,5 persen dari keadaan darurat dalam penerbangan melibatkan anak-anak. Studi itu juga memperlihatkan satu dari enam kasus membutuhkan perawatan tambahan atau berkelanjutan.

Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, para peneliti melihat catatan darurat medis dalam penerbangan dari Januari 2015 hingga Oktober 2016. Kasusnya melibatkan anak-anak dan remaja di bawah usia 19 tahun.

Baca Juga

Dari 75.587 panggilan darurat, 11.719 (15,5 persen) melibatkan anak-anak. Insiden itu terjadi di 77 maskapai di enam benua.

Insiden medis yang paling umum melibatkan mual dan muntah (33,9 persen), demam atau kedinginan (22,2 persen), atau reaksi alergi (5,5 persen). Insiden umum lainnya termasuk sakit perut (4,7 persen), flu perut (4,5 persen), pingsan (3,5 persen), dan kejang (2,6 persen). Selain itu, ada 11 kematian dalam penerbangan.

Bayi yang masih dalam pangkuan selama penerbangan menjadi 14 persen dari sampel global darurat pediatrik dalam penerbangan. Keadaan darurat yang paling umum untuk bayi-bayi ini termasuk demam (33 persen), muntah (18,3 persen), trauma benda tumpul (6,9 persen), gangguan pernapasan (5,7 persen), dan kejang (4,8 persen). 

"Saat bepergian dengan pesawat, penting untuk memastikan kargo kami yang paling rentan dan berharga, yakni anak-anak berada dalam kondisi seaman mungkin, terutama jika terjadi keadaan darurat medis," kata Alexandre T Rotta MD selaku kepala Divisi Pediatrik Kedokteran Perawatan Kritis di Pusat Medis Universitas Duke dan penulis studi utama, seperti dilansir laman Forbes, Selasa (30/7).

Rotta berharap penelitiannya dapat menginformasikan peluang untuk meningkatkan peralatan keselamatan dalam penerbangan dan menyoroti pentingnya koordinasi tanggap darurat di tingkat udara dan darat. Penting juga bagi orang tua untuk memerhatikan langkah-langkah yang dapat mereka ambil untuk menghindari keadaan darurat saat bepergian.

Perlu diingat, ketersediaan obat yang menyelamatkan jiwa seperti epipen atau nalokson tidak selalu ada di seluruh maskapai penerbangan. Demikian juga dnegan ketersediaan tenaga medis yang terlatih dan bersedia untuk membantu dalam keadaan darurat.

Mencermati kenyataan tersebut, Rotta menyerukan agar orang tua sebisa mungkin mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari kejadian medis dalam penerbangan. Misalnya, ingatlah untuk membawa obat anak ke pesawat daripada menyimpannya di bagasi. Rotta mengingatkan, hal itu penting karena alat kesehatan darurat di dalam pesawat saat ini tidak dirancang untuk mengatasi masalah yang paling umum dialami oleh penumpang cilik.

Studi ini menemukan bahwa anggota kru pesawat, sebagian besar pramugari, memberikan sebagian besar perawatan darurat dalam penerbangan pediatrik (86,6 persen). Sementara itu, penumpang yang menjadi sukarelawan dengan latar belakang dokter dan perawat masing-masing menyediakan bantuan 8,7 persen dan 2,1 persen dari perawatan.

Mayoritas insiden diselesaikan dalam penerbangan (82,9 persen), tetapi satu dari enam (16,5 persen) kasus membutuhkan perawatan tambahan saat mendarat. Sementara itu, hanya 0,5 persen kejadian yang membutuhkan pengalihan pesawat.

"Beberapa jenis peristiwa medis dalam penerbangan anak-anak, seperti kejang atau kasus yang memerlukan keterlibatan perawat dalam pesawat atau sukarelawan medis dokter, secara signifikan lebih mungkin menghasilkan pengalihan pesawat,” jelas Rotta.

Tidak setiap darurat medis dalam penerbangan mengarah pada pengalihan penerbangan. Meskipun masukan dari sukarelawan medis di pesawat turut menjadi pertimbangan, keputusan untuk mengalihkan penerbangan ada pada pilot yang bertugas.

Pilot akan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk keselamatan semua penumpang dan awak, beban bahan bakar, dan ketersediaan titik pengalihan yang cocok.” Banyak maskapai penerbangan juga menggunakan layanan dari perusahaan manajemen kasus medis yang memungkinkan mereka untuk berkonsultasi dengan dokter di lapangan untuk memberikan wawasan, logistik. dan saran mengenai perawatan lebih lanjut.

Salah satu perusahaan tersebut, MedAire, tidak hanya menyediakan dukungan di udara, tetapi juga pelatihan kru, desain kit medis, serta bantuan di udara selama keadaan darurat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement