Kamis 01 Aug 2019 00:40 WIB

Ginjal Remaja Cina Rusak Setelah Squat 1.000 Kali

Kerusakan ginjal yang dialami remaja Cina itu terjadi akibat rhabdomyolysis.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Gerakan squat
Foto: express.co.uk
Gerakan squat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua remaja di Cina berakhir di unit perawatan intensif setelah melakukan terlalu banyak squat. Kedua gadis remaja itu benar-benar lompat dan berjongkok berulang-ulang sebanyak 1.000 kali dalam sebuah kontes.

Sekitar dua hari kemudian, mereka berdua tepar. Salah satu dari gadis-gadis itu melaporkan rasa sakit yang hebat di kakinya hingga ia tidak bisa menekuknya. Selain itu, air seninya juga berwarna cokelat, pertanda kerusakan ginjal.

Seperti dilansir Fox News, Rabu (31/7), petugas medis untuk FBI, Dr Bruce Cohen mengungkapkan, gadis itu didiagnosis rhabdomyolysis, kondisi medis serius akibat cedera otot. Pada dasarnya, rhabdomyolysis merupakan dampak ekstrem dari apa yang sudah terjadi di dalam tubuh setelah aktivitas fisik berlebihan.

Setiap kali orang berolahraga secara berlebihan, serabut ototnya akan hancur dan protein penyimpan oksigen di dalam otot--yang disebut mioglobin--merembes masuk ke aliran darah. Semestinya, ginjal bisa menyaringnya, tetapi ginjal tidak mampu melakukannya jika jumlah serabut otot yang mati terlampau banyak.

"Ginjal menjadi rusak hingga akhirnya terjadi gagal ginjal," kata Cohen.

Kedua gadis itu, menurut Cohen, termasuk beruntung kondisinya masih bisa tertangani. Cohen menjelaskan, biasanya saat air seni sudah berwarna cokelat artinya itu sudah terlambat.

Gadis-gadis itu dipindahkan ke perawatan intensif segera setelah diagnosis gagal ginjal. Mereka lalu diberi infus untuk membantu membersihkan protein dari sistem peredaran darahnya.

Untuk orang yang lebih sering mager, rhabdomyolysis seperti yang dialami kedua gadis asal China itu bukanlah alasan untuk tidak berolahraga. Apalagi, menurut Cohen, kondisi itu jarang terjadi. 

Adakah cara untuk menghindari rhabdomyolysis? Cohen mengungkapkan, yang lebih penting ialah konsisten berolahraga. Frekuensi latihan dapat membantu Anda lebih siap untuk mengerahkan energi ketika mengikuti perlombaan dan memudahkan untuk mengenali batas kemampuan. 

Sebagai atlet, orang tentu akan membangun jadwal latihan secara bertahap. Yang perlu berhati-hati ialah orang yang terlalu bersemangat berolahraga di akhir pekan sementara di hari kerja mereka cenderung bergaya hidup tidak aktif.

Mungkin itulah yang salah bagi kedua perempuan muda ini. Squat sebetulnya tidak berbahaya. Seribu kali squat bahkan mungkin aman bagi orang yang terlatih untuk menangani tingkat pengerahan tenaga sebesar itu. 

Tetapi, ketika kompetisi membuat Anda mengabaikan batasan fisik, itu bisa mendatangkan berbahaya. Rhabdomyolysis juga dapat terjadi akibat trauma, sengatan panas, atau penggunaan obat-obatan tertentu, menurut laporan Live Science terdahulu.

Bagi kaum muda, menguras tenaga tampaknya menjadi penyebab umum rhabdomyolysis. Tengok saja kejadian pada 2018 saat seorang bujang berusia 17 tahun harus dirawat di rumah sakit selama lima hari setelah menjalani satu sesi latihan angkat beban yang berat selama 90 menit.

Dia melakukan itu tanpa terbiasa berolahraga selama beberapa tahun sebelum kejadian. Remaja lain didiagnosis menderita rhabdomyolysis pada 2015 setelah menyelesaikan dua latihan sepakbola yang berat dalam satu hari.

Cara untuk menghindari rhabdomyolysis cukup sederhana. Cohen menyarankan agar para remaja mewaspadai konsekuensi potensial dari terlalu banyak mengerahkan tenaga.

"Yang paling penting, dengarkan tubuhmu," ujarnya.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement