REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Hasil penelitian Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas (Unand) Padang menemukan susu kerbau difermentasi memiliki potensi untuk mencegah stunting. Dalam khasanah kuliner Minangkabau, yoghurt tradisional tersebut dikenal dengan sebutan dadih.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand Padang Dr Helmizar di Padang, Senin, mengatakan dadih mengandung bakteri asam laktat, yakni bakteri baik yang berpotensi sebagai probiotik yang bermanfaat untuk pertumbuhan anak.
"Selain bermanfaat besar untuk pertumbuhan pada anak, dadih juga membuat sistem imunitas dan penyerapan makanan yang lebih baik," katanya.
Menurut Helmizah, dadih juga mengandung zat gizi yang kompleks dan asam emino yang esensial yang bagus dicerna oleh usus.
"Dadih juga mengandung enzim khusus yang tidak terdapat pada susu sapi," katanya.
Dadih merupakan hasil fermentasi dari susu kerbau yang sudah diperah lalu dimasukkan dalam bambu dan didiamkan selama dua hari hingga mengental. Kandungan kalori setiap dadih berbeda-beda karena tergantung makanan kerbau penghasil susu.
"Rata-rata kandungan kalori yang terdapat dalam 100 gram dadih yakni sekitar 250 kalori dan kandungan proteinnya hampir mencapai 16 kalori yang setara dengan dua butir telur," ujarnya.
Helmizar mengatakan, pencegahan stunting harus dilakukan sejak dini, yakni sejak awal kehamilan. Dia menyarankan agar calon ibu rutin mengonsumsi dadih sejak awal kehamilan supaya dadih yang dimakan dapat tersalurkan ke janin yang berada dalam kandungan.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan sejak 2017 di Kabupaten Agam dan Bukittinggi terungkap bahwa pemberian dadih sebanyak 100 gram pada ibu hamil dapat mencegah stunting.
"Mereka harus mengonsumsi dadih rata-rata 70 gram per hari selama enam bulan dan kami terus memantau sampai anaknya lahir," katanya.
Hasil penelitian tersebut memberikan efek yang bagus mencapai 56 persen, berat bayi yang dilahirkan oleh para ibu hamil yang telah mengonsumsi dadih tersebut rata-rata di atas tiga kilogram dengan panjang badan di atas 50 sentimeter.
"Selain itu, potensi dadih yang sudah ada di usus bayi diusahakan tidak hilang, yakni diupayakan tetap memberikan dadih dalam bentuk makan pada balita berupa biskuit dari bahan lokal yang dicampur dengan dadih," kata dia.
Biskuit tersebut, menurut Helmizar, terbuat dari jagung, kacang kedelai, kacang merah, dan tambahan sedikit karbohidrat dari tepung dan mentega yang dicampur dengan dadih. Jadi, ada sekitar 500 kalori yang diberikan setiap hari untuk mengejar pertumbuhannya.
Helmizar mengatakan, penelitiannya bertujuan untuk mempromosikan kembali makanan tradisional Minangkabau supaya bisa dipakai sebagai suplementasi makanan untuk mencegah stunting yang angka kejadiannya cukup tinggi saat ini. Selain itu, menurut dia, keberadaan dadih saat ini mulai langka karena populasi kerbau mulai berkurang dan minimnya para peternak yang mau memeras susu kerbau karena nilai jual dadih yang murah di kalangan peternak hanya Rp 5.000.
Helmizar berharap pemerintah dapat membina para peternak kerbau dan mencarikan suatu badan usaha yang mampu membina para peternak. Selain itu, ia juga mengupayakan untuk mensosialisasikan manfaat dadih ke masyarakat untuk pencegahan stunting.
"Saya berharap nantinya ada berupa rumah dadih karena dengan adanya rumah dadih peternak tahu kemana ia akan memasok dadihnya dan tentu harga di pasaran tidak terlalu tinggi sehingga masyarakat juga dapat dengan mudah memperoleh dadih," ujar dia.