REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi menemukan bahwa paparan polusi udara dapat dikaitkan dengan peningkatan angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan gangguan pernapasan. Studi yang dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine ini adalah studi terbesar yang dilakukan selama hampir 30 tahun.
Dipimpin oleh para peneliti dari Universitas Fudan di China, studi ini menganalisis data tentang polusi udara dan kematian di 652 kota di 24 negara dan wilayah. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa peningkatan kematian di beberapa negara itu terkait dengan paparan partikel yang dapat dihirup (PM10) dan partikel halus (PM2.5) yang dipancarkan dari kebakaran atau terbentuk melalui transformasi kimia atmosfer.
Menurut Yuming Guo, associate professor di Monash University di Australia, tidak ada ambang batas untuk hubungan antara partikel (PM) dan kematian. Bahkan polusi udara tingkat rendah dapat meningkatkan risiko kematian.
“Semakin kecil partikel-partikel udara, semakin mudah menembus ke dalam paru-paru dan menyerap lebih banyak komponen beracun yang menyebabkan kematian," kata kata Guo, dilansir The Indian Express, Sabtu (24/8)
Mengingat bukti luas tentang dampak kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telag mengatur batas aman PM10 dan PM2.5 itu di suatu wilayah atau negara melalui Pedoman Kualitas Udara. Menurut Guo, hasil penelitian ini juga sebanding dengan temuan sebelumnya dalam studi multi-kota dan multi-negara lain yang antara lain menegaskan bahwa tingkat partikel udara yang buruk dan di bawah standar pedoman kualitas udara, sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.