REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan pengguna vape atau rokok elektrik lebih berpotensi tinggi terkena penyakit paru.
"Orang mengira rokok elektrik tidak berbahaya dan bisa menggantikan rokok biasa, tetapi sebetulnya rokok elektrik ini tidak kalah berbahaya karena kandungan kimianya," kata pengurus PDPI yang juga merupakan dokter paru Solo, Harsini, di sela Konferensi Kerja ke-16 PDPI yang diselenggarakan, Jumat (13/9).
Ia mengatakan asap yang ditimbulkan oleh rokok elektrik ini berasal dari nikotin sintetis. Menurut dia, tingginya potensi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh vape karena kandungan cairan yang digunakan sebagai bahan baku utama rokok elektrik terdapat sejumlah bahan kimia.
"Beberapa bahan kimia tersebut yaitu nikotin, propilen glikol, dan perasa seperti buah-buahan, vanila dan cokelat," katanya.
Terkait hal itu, ia terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar pemahaman masyarakat bahwa rokok elektrik lebih aman berubah. "Mereka sepertinya mengurangi rokok tetapi malah berganti ke vape. Padahal itu lebih berbahaya karena nikotin murni yang digunakan," katanya.
Meski demikian, ia belum dapat menyebutkan data penderita penyakit paru akibat vape karena hingga saat ini PDPI masih melakukan riset. Sebelumnya, Ketua PDPI Pusat Agus Dwi Susanto mengatakan ada tiga jenis penyakit paru yang masuk ke dalam 10 penyakit dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu tuberculosis (TBC), pneumonia, dan kanker paru. Ia mengatakan khususnya kanker paru ini kebanyakan diderita oleh kaum pria.
"Berdasarkan data prevalensi, Indonesia menempati posisi tiga untuk jumlah perokok tertinggi di dunia. Persisnya jumlah perokok di Indonesia ini mencapai 69 persen dari penduduk pria yang ada," katanya.
Dengan jumlah tersebut, artinya risiko penyakit kanker paru makin tinggi. Di sisi lain, dikatakannya, beban kesehatan karena kanker juga besar.