Senin 16 Sep 2019 10:39 WIB

1 dari 3 Dewasa Alami Sensitivitas Aroma

Sensitivitas aroma masih belum banyak diketahui oleh tenaga medis.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Indira Rezkisari
Kebiasaan mengorek hidung memiliki sejumlah dampak bagi kesehatan.
Foto: wikipedia
Kebiasaan mengorek hidung memiliki sejumlah dampak bagi kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian dari University Melbourne menemukan bahwa satu dari tiga orang dewasa mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh produk-produk wewangian, baik parfum, kosmetik, deterjen atau sabun. Studi ini menemukan bahwa sensitivitas aroma menyebabkan migrain, mata berair dan masalah pernapasan.

Penelitian melibatkan lebih dari 4.300 orang di Inggris, Amerika Serikat, Australia dan Swedia. Peneliti utama Dr Anne Steinemann mengungkapkan, kepekaan terhadap wewangian sebagai epidemi kesehatan yang belum diketahui skalanya.

Baca Juga

Adalah Lesley Heidinger, seorang karyawan swasta berusia 46 tahun dari Edmonton di Kanada, yang memiliki beberapa sensitivitas kimia atau multiple chemical sensitivity (MCS). MCS adalah suatu kondisi yang ditandai dengan sensitivitas tinggi terhadap berbagai bahan kimia misalnya dalam sabun, deterjen, gel sanitizer dan parfum.

Dia dapat menoleransi aroma alami, termasuk sebagian besar minyak atsiri, tetapi untuk wewangian sintetis ia akan terganggu. Jika Heidinger menghirup aroma parfum sintetis, sinusnya akan kambuh, dia akan batuk hingga migrain yang dapat berlangsung berhari-hari. Gejala MCS lainnya yang dilaporkan meliputi nyeri otot, kelelahan, dan disorientasi.

"Ini masalah yang terus-menerus," kata Heidinger, dilansir The Guardian, Senin (16/9).

Karena penyakitnya itu, ia bahkan telah cuti hampir sepanjang tahun karena gejalanya sangat buruk. Meskipun atasannya telah menerapkan zona pengurangan aroma di sekitar meja Heidinger.

"Saya tidak tahu apakah orang menyadari dampak nyata dari aroma parfum? Itu membuat saya sangat sakit. Mengalami migrain selama seminggu benar-benar tidak menyenangkan," tambah Heidinger.

Sementara itu, hingga kini para ahli masih berdebat, apakah MCS bersifat fisiologis atau psikologis. Sebuah studi di AS pada 2011 menemukan bahwa hanya 30 persen dokter yang disurvei telah menerima pelatihan formal tentang MCS.

"Mereka kebanyakan dirujuk ke psikiatrik untuk melihat apakah mereka dapat mengelola kondisi tersebut. Tapi, pada kenyataannya, akar masalahnya belum ditangani dengan benar," kata Prof Howard Hu, pakar kesehatan lingkungan terkemuka di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Washington.

Karena itu peneliti menyarankan agar para penderita MCS untuk selektif memilih produk wewangian. Begitupun untuk orang yang berteman dengan penderita MCS. Belilah produk wewangian yang menggunakan bahan alami, karena setidaknya itu bisa mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh MCS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement