REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menarik sejumlah obat asam lambung yang mengandung ranitidine. Obat ini dikatakan tercemar N-Nitrosodimethylamine (NDMA) yang dapat memicu kanker.
Penarikan obat tersebut bermula dari adanya peringatan badan pengawas obat dan makanan di Amerika dan Eropa pada 13 September tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam jumlah yang relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan aktif ranitidin. Food and Drugs Administration dan European Medicine Agency menjelaskan, NDMA merupakan turunan zat nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami.
Studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari. Ia akan bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Menanggapi persoalan ini, akademisi dan praktisi kesehatan, Prof Ari Fahrial Syam, menjelaskan bahwa obat ranitidine memang memiliki kandungan sumber karsinogen yang mengarah pada kankernya bisa terjadi di liver atau hati.
“Karsinogen ini memang menjadi salah satu zat penyebab kanker, namun ada banyak faktor yang menyebabkan kanker, jadi tidak semata-mata hanya zat karsinogen yang menyebabkan terjadi kanker,” ujar Prof Ari kepada Republika.co.id, Selasa (8/10).
Prof Ari juga menjelaskan bahwa zat karsinogen ini juga sebenarnya sudah ada di kehidupan sehari-hari, seperti asap rokok yang sering dihirup. Ia mengungkapkan, ranitidine merupakan obat yang biasa diresepkan oleh BPJS karena cukup murah.
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan Ketua Perhimpunan Onkologi
Indonesia (POI), Prof dr Aru Wisaksono Sudoyo FINASIM FACP mengungkapkan, ranitidine memang mengandung cemaran NDMA, yang secara definisi kandungan ini dapat memicu sel kanker. Akan tetapi, butuh jumlah besar dan dalam pemakaian yang lama untuk bisa memicu keganasan.
"Tapi, ini ditemukannya hanya di beberapa batch saja. Tidak semuanya," ungkapnya.
Menurut Prof Aru, ini kecelakaan produksi, bukan bahan yang sengaja di taruh. Penarikan obat hanya suatu bentuk teguran untuk produsennya supaya lebih hati-hari.
"Jadi yang diributkan di Amerika itu bukan penyebab kankernya, tetapi keteledoran pihak industri," ujarnya.
Di Indonesia, ranitidine yang tercemar hanya model suntikan. Obat suntik ini tidak banyak dipakai dalam perawatan pasien. Prof Aru menjelaskan, ranitidine suntik hanya diberikan bagi orang yang sedang dirawat sampai lima hari, tidak bisa makan, dan sakit mag. Setelah kondisi itu sudah teratasi, obat suntik dihentikan, berganti dengan obat oral.
"Nanti tunggu akhir bulan atau pertengahan bulan, BPOM akan mengeluarkan hasil keseluruhan yang sudah diperiksa. Sampai saat ini, yang sudah diperiksa, ditemukan cemaran dalam bentuk suntikan," ujarnya.
Pengganti obat
Nah, bagi yang sudah mengonsumsi obat ranitidine tak perlu risau. Cukup hentikan konsumsi obat tersebut dan berkonsultasi dengan dokter.
"Ada banyak obat yang sebenarnya lebih kuat untuk menekan asam lambung, yaitu omeprazol, lansoprazol, rabeprazol, esomeprazol, atau pantoprazol," ujar Prof Ari.
Untuk mencegah asal lambung, Prof Ari menyarankan untuk melakukan gaya hidup sehat dengan makan teratur, menghindari asam pedas, dan lemak seperti cokelat, serta hindari stres.