REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Restless legs syndrome (RLS) atau juga sering disebut sebagai penyakit Willis-Ekbom adalah kondisi yang menyebabkan seseorang memiliki keinginan tidak terkontrol untuk menggerakkan kaki. Biasanya, kondisi neurologis ini muncul diiringi dengan rasa tidak nyaman pada kaki.
Dilansir Health24, orang dengan sindrom kaki gelisah ternyata memiliki hampir tiga kali risiko melakukan bunuh diri atau melukai diri sendiri. Hal ini diungkapkan dalam sebuah penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara kondisi fisik dan kesehatan mental akibat penyakit itu.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh peneliti dari Penn State menganalisis data pada lebih dari 24 ribu orang yang memiliki RLS dan 145 ribu lainnya tanpa kondisi neurologis ini. Tak ada satupun di antaranya yang memiliki riwayat percobaan bunuh diri atau melukai diri sendiri.
Namun, selama penelitian dilakukan, orang dengan RLS terlihat memiliki risiko bunuh diri atau melukai diri sendiri 2,7 kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa kondisi itu. Meski demikian, studi ini belum dapat membuktikan hubungan sebab-akibat yang memengaruhi.
Faktanya, peningkatan resiko tetap terjadi setelah para peneliti mengendalikan faktor-faktor seperti depresi, gangguan tidur, dan penyakit kronis umum. Hal itu mengartikan bahwa RLS masih bisa menjadi variabel independen yang berkontribusi terhadap bunuh diri dan melukai diri sendiri.
"Kami masih belum tahu alasan pastinya, tetapi hasil studi ini dapat membantu membentuk penelitian di masa depan untuk mempelajari lebih lanjut tentang mekanisme ini," ujar Muzi Na, salah satu penulis studi sekaligus asisten profesor di Penn State College of Health and Human Development.
Orang yang memiliki sindrom kaki gelisah merasakan sensasi tidak nyaman pada kaki, yang mengakibatkan dorongan untuk menggerakkannya. Sering kali, kondisi ini terjadi di malam hari dan pada akhirnya memengaruhi waktu tidur. Tercatat, pengaruh itu terjadi pada lima persen dari populasi di Amerika Serikat (AS).
Dengan angka bunuh diri yang meningkat di AS, temuan ini menunjukkan dokter harus memerhatikan kesehatan mental orang yang memilikik sindrom kaki gelisah. Selain itu, menurut penulis studi lainnya, Xiang Gao bahwa penelitian menunjukkan kondisi itu memang tak hanya berhubungan dengan kondisi fisik, namun juga kesehatan mental.
“Dengan RLS yang kurang terdiagnosis dan jumlah kasus bunuh diri yang meningkat, hubungan ini akan menjadi semakin penting. Dokter akan berhati-hati ketika mereka memeriksa pasien, baik untuk RLS dan yang beresiko bunuh diri,” jelas Gao yang juga merupakan kepala Laboratorium Epidemiologi Nutrisi di Penn State.
Hingga saat ini, penyebab pasti dari sindrom kaki gelisah belum diketahui. Namun, sejumlah studi sebelumnya telah mengidentifikasi hubungan antara kondisi neurologis ini dan kekurangan zat besi, serta tingkat rendah dopamin di otak.
Sindrom kaki gelisah juga telah dikaitkan dengan resiko kematian dini yang lebih tinggi, tetapi alasannya tidak jelas. Beberapa studi telah menemukan hubungan antara RLS dan peningkatan kemungkinan terjadinya tekanan darah tinggi dan serangan jantung, serta dengan depresi dan pikiran untuk bunuh diri.