Jumat 18 Oct 2019 08:12 WIB

Ilmuwan Jelaskan Cara Otak Tingkatkan atau Tekan Sakit

Mengalami rasa sakit dapat menjadi peringatan penting untuk mencari bantuan.

Rep: Noer Qomariah/ Red: Indira Rezkisari
Otak manusia
Foto: flickr
Otak manusia

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Persepsi rasa sakit sangat penting untuk bertahan hidup. Namun sesuatu yang menyakitkan terkadang dapat diperkuat atau ditekan.

Misalnya, tentara yang mengalami cedera dalam pertempuran sering tidak merasa apa pun pada saat itu. Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Cell Reports mengungkapkan mengasah sirkuit otak yang bertanggung jawab untuk meningkatkan atau menurunkan sinyal rasa sakit ini layaknya menyamakan mekanisme bagaimana termostat rumah mengatur suhu kamar.

Baca Juga

Penulis makalah senior dan seorang ilmuwan National Centre for Complementary and Integrative Health (NCCIH)  Yarimar Carrasquillo mengatakan wilayah yang bertanggung jawab di otak adalah amygdala pusat. Bagian ini tampaknya memainkan peran ganda.

Carrasquillo dan rekan-rekannya melakukan percobaan dengan mempelajari tikus. Mereka menemukan aktivitas dalam neuron yang mengekspresikan protein kinase C-delta meningkatkan rasa sakit. Sementara itu neuron yang mengekspresikan somatostatin menghambat rantai aktivitas di saraf yang diperlukan untuk mengkomunikasikan nyeri.

Amygdala pusat tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas rasa sakit itu sendiri.

“Jika itu dihilangkan seluruhnya, maka rasa sakit di permukaan akan tetap utuh,” kata Carrasquillo, seperti yang dilansir dari Malay Mail.

“Tampaknya duduk menunggu sesuatu terjadi. Misalnya, merespons stres atau kecemasan yang memperbesar rasa sakit atau dipaksa untuk fokus pada tugas yang mengalihkan perhatian Anda dan mengurangi rasa sakit,” ujarnya menambahkan.

Mengalami rasa sakit dapat menjadi peringatan penting untuk mencari bantuan. Misalnya pada oranng yang mengalami radang usus buntu atau serangan jantung.

Orang-orang yang dilahirkan dengan ketidakpekaan terhadap rasa sakit seringkali tidak menyadari beratnya cedera dan berisiko lebih besar mengalami kematian dini. Tetapi, tidak semua rasa sakit itu berguna.

Menurut survei 2012, sekitar 11 persen orang dewasa Amerika Serikat (AS) menderita sakit setiap harinya dan lebih dari 17 persen memiliki tingkat rasa sakit yang parah. Seringkali hal ini meyebabkan ketergantungan pada obat penghilang rasa sakit seperti opioid atau berusaha mengobati sendiri melalui obat palsu atau obat terlarang yang semakin banyak dicampur dengan fentanil yang mematikan.

Dengan lebih memahami mekanisme otak yang bertanggung jawab untuk modulasi nyeri, peneliti berharap pada akhirnya menemukan penyembuhan yang lebih baik. obat yang berpotensi hanya menargetkan bentuk-bentuk rasa sakit yang ‘buruk’ dan tidak bermanfaat.

“Respons yang sehat adalah Anda mendapatkan rasa sakit, itu memberi tahu Anda ada sesuatu yang salah. Itu menyembuhkan dan rasa sakit itu hilang,” kata Carrasquillo.

“Dalam rasa sakit kronis, itu tidak terjadi. Sistem menjadi macet. Jika kami dapat mengidentifikasi apa yang membuat sistem macet, maka kami dapat memutarnya,” ujarnya lagi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement